12 Des 2011

Pelukanmu, Musim Dingin Yang Megah

Kepenatan sore mulai menyerah pada senja yang murung. Kemurungan yang dikarenakan hujan mengurungkan jadwalnya menyinggahi bumi malam ini. Namun, ada adegan sakral pada episode awal. Ranum warna langit malam ini digenapi dengan ayu purnama yang tersunting gemintang. Dikawal segenap kerabat kayangan yang menabur milyaran bunga-bunga surga. Disaksikan genangan-genangan air di celah-celah pelataran, jejak hujan siang tadi yang memercik disetiap kaki. Diwujudkan senyum rembulan yang berjatuhan di beranda malam. Meninggalkan bercak-bercak putih, pantulan sinar dari selendang bidadari kayangan yang melangkah gontai melambai-lambai.

Pemandangan itulah yang sempat menghentikan keinginanku menghisap sari-sari rindu yang sudah mulai berbau anyir. Anyir darah yang keluar dari luka bekas tikaman masalalu yang pernah kau reka-reka. Kau lumuri gula-gula janji, namun hanya ada kegagalan setelah ku kuliti. Aku sesalkan, kenapa aku harus mempercayai senyumanmu yang pernah gagal kumiliki. Memaafkan kesalahan-kesalahan yang masih meninggalkan denyut di rahang-rahang hati. Memadamkan kilauku yang dulu terang menyala, menggantinya dengan remang harapan yang tak lagi mampu menghalangi gigil peluk ku. Menjadi tirai penutup untuk masadepan yang lebih cerah, saat itu, dan mungkin seterusnya...

Beruntunglah masih ada jeda yang mudah tereja mataku. Terkirim dari musim dingin yang megah, membekukan airmataku, dan menguatkan kembali sendi-sendi semangatku. Musim dingin itu menjatuhkan mahkluk serupa hawa yang setia menemani adam, tepat disebelah pembaringanku. Mengisi rongga-rongga jariku dengan jemarinya, mengusap kucuran peluhku dengan senyuman-senyuman nya. Mengahangatkan Kalbu ku dalam dekap eraman anggun yang membuatku nyaman tenteram. Memapah semangatku yang sempat terhuyung-huyung membawa sekarung tanda tanya yang tak pernah terjawab. Mengumpulkan airmataku yang berserakan, dia titipkan kepada mendung, agar terbuang bersama hujan. Menyumbat jalan nya arus kesedihanku yang sempat mengalir deras, liar, tak tahu kemana. Kepandaian nya sungguh seimbang, serupa degup jantungku, pelan namun pasti. Selalu ada seiring nafas yang terhembus dari rongga paru-paru ku.
Aku menyerah pada keinginan nya membuang sekat batas pelukan dan ciuman antara kita berdua...