31 Des 2011

Selamat Tahun Baru, Mawar...

Hujan lebat sore ini sempat menciutkan nyali pedagang terompet di pinggir jalan yang berbaris rapi untuk mengais rejeki di akhir tahun 2011. Seperti yang kita tahu, nanti malam adalah puncak perayaan pergantian 2011 ke 2012. Jalanan yang bising dengan sepeda motor tanpa knalpot, suara tiupan terompet yang bersahutan, atau bahkan suara-suara letusan kembang api yang meledak hingar bingar mewarnai langit.

Jauh di sebuah perumahan elite di pinggiran kota, adalah Mawar, yang sedang sendirian di dalam kamar mewahnya sedang online mengutak-atik FB nya. Tak banyak orang yang tahu bahwa FB itu asli kepunyaan Mawar, karena Foto Profile nya adalah gambar kucing. Mawar memang penyuka kucing. Bahkan dibawah kaki kursi dimana dia duduk sambil online, ada 9 kucing-kucing lucu yang tertidur manja seolah tak menghiraukan ada perayaan apa malam nanti. Kucing-kucing yang hampir semuanya dia beli bukan dari Indonesia, harganya pun mencapai puluhan juta. Bukan satu hal yang susah buat mawar untuk membelinya. Bisa dibilang, tak ada belahan dunia yang belum pernah dia singgahi untuk sekedar berlibur dengan keluarga dan pulang membawa kucing kesukaan nya. Mawar pun tak pernah mempedulikan mitos bahwa perempuan penyuka kucing akan susah mendapatkan keturunan. Lagian apa hubungan keduanya??

Tak banyak cerita cinta yang Mawar lalui, tapi dia pernah juga satu kali pacaran yang biasa dilakukan anak-anak SMP. Yaahh.., cinta monyet lebih tepatnya. Dia pernah berpacaran dengan seorang cowok dimasa SMP nya. Cowok itu bernama Kumbang. Kebodohan Kumbang meninggalkan Mawar menurutku adalah hal paling bodoh yang melebihi tindak pidana korupsi. Apa yang kurang dari Mawar?? Cantik, seksi, kaya, lembut, penyayang, meskipun sifat terakhir itu dia tunjukan melalui kucing-kucing nya.

Setelah memasukan password FB nya, dia melihat 2 notifikasi permintaan pertemanan. Setelah dia buka siapa yang memintanya untuk menjadi teman, ada satu akun yang membuat dia tertarik untuk menerima permintaan nya. Akun itu juga bergambar kucing, tepatnya kucing jantan menurut kata hati Mawar, dia yang lebih tau tentang kucing. Inilah mantabnya sosial network yang bernama Facebook, dengan satu kali klik, kita bisa melakukan apa saja. Menjadi teman, mencolek teman, atau sekedar menyukai status teman-teman kita. "Klik" Mawar menerima permintaan pertemanan dari akun yang bergambar kucing jantan tersebut. Tidak lebih dari satu menit, "Makasih yah sudah mau konfirm...:)" tulisan itu masuk ke wall Mawar, datang dari akun yang bergambar kucing jantan tadi. "Iya.. Sama-sama.." balas Mawar datar. "Tahun baruan ada acara kemana nih??" gila, kucing jantan sepertinya mengajak untuk terus berbalas komen. "Gak kemana-mana.." balas Mawar lagi masih dalam tulisan yang datar. Seperti yang aku tulis sebelumnya, saat seseorang menuliskan status, komen, sms, atau bahkan bbm yang sifatnya pribadi pun, kita tidak pernah tahu ekpresi si penulis seperti apa. Maka, tidak salah jika Mawar menyikapinya dengan nada yang cerdas seperti itu. "Boleh aku main ke rumahmu..??" Duuueeeennnggg..., sungguh kata-kata yang terlalu dini untuk dituliskan. Pencet tombol sign out, klik, Mawar offline meninggalkan speak kurang berbobot dari sang kucing jantan.

Mawar kembali meraih salah satu kucing yang berada dibawah kaki kursinya tadi, dia ajak tiduran di tempat tidurnya, dia manjakan, seolah dia ajak ngobrol, bahkan dia seperti bisa bercanda dengan kucing itu. Setengah jam dia bermain dengan kucingnya, mawar beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Seusai mandi dia berniat sholat maghrib karena Ayat-ayat Allah telah berkumandang senja itu. Lima belas menit setelah salam dan wirit, pintu kamarnya diketuk oleh Si Mbok pembantu di rumah Mawar. "Ada tamu non..." Kata si mbok dari luar kamar. "Siapa mbok?? Cewek apa cowok??" sahut Mawar. "Teman nya non tuh katanya, laki-laki non..." Duuaarrr!!! "Bener-bener gila yah!! Ketemu di FB aja diladenin beneran!!" Gumam Mawar malas. Setelah merapikan rukuh dan mukena, Mawar turun untuk menemui tamu yang dibilang Si Mbok tadi.

"Selamat malam, Mawar..." cowok itu melepaskan senyum nya seiring dengan daun pintu yang dibuka oleh Mawar, sambil menyodorkan boneka kucing berwarna pink yang sudah terbungkus rapi. Mawar benar-benar terkejut. Darimana dia tahu kalau Mawar sangat menyukai boneka itu?? "Ini buat kamu, Mawar... Terimalah... Untuk selanjutnya, tanpa kau suruh masuk rumah mu pun aku ihklas... Terimalah..."
"Kamu benar-benar cowok yang jahat Kumbang!!"

"Memang, aku akui, aku adalah cowok paling jahat buat kamu... Dan malam ini, aku berharap air hujan ini bisa melunturkan kejahatanku kepadamu... aku mencintaimu Mawar..."
"Bukan hal yang mudah untuk memaafkanmu, Kumbang..."

"Baiklah kalo begitu, aku akan pulang... Tapi, terimalah dulu boneka ini..." Kumbang menutup percakapan itu lalu melangkah di tengah gerimis malam itu.
Mawar masih tercengang sambil mendekap boneka itu, meteskan airmata, lalu berlari menyusul langkah Kumbang dan memeluknya erat "Aku juga mencintaimu Kumbang..."
Di setiap tetes air hujan di malam tahun baru, selalu saja menawarkan berjuta lembaran baru untuk kita isi entah dengan kebaikan atau keburukan di tahun depan...

30 Des 2011

Apa Yang Aku Tunggu

Kerabat malam yang diundang senja mulai berdatangan menelan matahari. Bersiul menggoda rembulan yang beberapa hari ini memejamkan mata karena takut melihat mendung. Dalam pejamnya mata rembulan, kerlip kunang-kunang seolah berdegub seiring nadiku yang malas. Menyayangkan kepergian matahari yang membawa sekeranjang cahaya terang berbias harapan. Pijarnya kurang jantan akhir-akhir ini. Menyerah pada bercak-bercak mendung yang mengajak teman-teman nya, menyembunyikan timbunan mimpi-mimpi pagi di pembuka hari. Air hujan yang telah terkumpul di celah-celah pelataran, seolah memantulkan cahaya lampu yang tak seterang ruangan kalbuku.

Sahabat, datanglah...
Tahukah kamu bahwa aku sedang berduka setelah kehilangan hal besar dalam hidupku?
Akan lebih hangat jika menikmati segelas kopi yang kita sesap bergantian, meneguk sebotol air putih tanpa cangkir yang biasa aku sediakan, atau sekedar menyalakan rokok dari korekmu yang kupinjam. Mungkin, hanya tawa mu yang bisa memeluk gelisahku, menghisap kesedihanku, dan menahan laju air mata ku. Hadirmu serupa peluru yang bisa menembus jantung sepi ku. Menata kata demi kata, menyeimbangkan rindu yang sempat goyang karena kurangnya pertemuan. Bertanya jawab seputar kehidupan, pekerjaan, keluarga, hingga pacar... Memandang sisa-sisa purnama yang sedang patah hati, menggigil sendiri karena gerhana mengkhianati.
Meja dan kursi yang basah itu adalah saksi bisu kerinduanku...

16 Des 2011

Samar Kudengar Kabar Blitar

Warna matahari mulai berubah keemasan. Warna yang dikumpulkan bukit kecil sejak siang tadi itu seolah mengintip ladang-ladang hijau yang telah terairi. Teduh dan tak menyilaukan mata. Rumput-rumput liar yang tumbuh kerdil di pematang sawah masih tekun menggelitik kaki telanjangku yang berlarian, bercanda dengan sahabat karibku, layang-layang berbenang. Berisik suara padi bergesekan yang digoda sang bayu, seolah bersahutan dengan teriakan angsa-angsa di jalanan berkerikil. Mengantarkan para petani pulang, menyiapkan mimpi untuk panen raya di awal bulan. Gemericik air yang tumpah diantara tumpukan jerami pembatas, memberi warna bening pada aliran sungai kecil yang ku seberangi. Dedaunan mengkilat, menggendong sisa-sisa embun pagi tadi, bergoyang syahdu mengharu disinari cahaya senja. Samar suara adzan dari kejauhan, seakan khusyu' memanggil ku untuk segera ke surau di ujung desa. Kabut tipis berjalan pelan seiring angin sore yang dingin, menjadi alasan utamaku yang selalu saja malas untuk mandi bebersih diri.

Disanalah pembukaan usiaku dimulai. Keteduhan jati tua yang rindang, kerumunan pohon bambu menjuntai hampir ke tanah, jalanan berbatu menuju sekolah, sahut sapa ramah para warga, juga kegelapan setelah maghrib, menjadi teman cengkerama hari-hariku. Disaat naluriku masih suci tanpa birahi, disaat kalbu masih lugu tanpa tabu. Masa yang aku lewati dua puluh lima tahun silam, yang aku tinggalkan dengan pahatan-pahatan prasasti janji yang mungkin belum sempat terselesaikan. Menuju terang kota yang bising dengan klakson mobil-mobil mewah. Dipenuhi belantara gedung bertingkat dengan ketinggian yang sungguh nyaman untuk para patah hati menjatuhkan diri. Tak pernah menghiraukan kesedihan yang bersebelahan. Tak ada kepedulian untuk kesulitan. Tangga kayu berganti dengan lift berjalan, pepohonan diganti dengan beton-beton buatan. Kalimat-kalimat sejuk di paragraf pertama seolah hanya mimpi untuk saat ini.

Jika di izinkan, aku ingin mendengar kabar Blitar...

15 Des 2011

Kalian Telah Hilang

Jujur, akhir-akhir ini aku sudah merasa kehilangan sosok "Kita". Kata "Kita" yang dulu juga terdiri dari kata "Kalian", bukan hanya "Aku" dan "Dia". Semua yang udah kita bangun dengan kebersamaan di dunia nyata selama ini hilang tak tau kemana. Mungkin salah satu penyebabnya adalah adanya aktifitas dunia maya yang akhir-akhir ini menjerat jari-jari kalian. Sebenernya aku sedikit miris melihat hal-hal ngaco yang beredar di Facebook, Twitter, BBM, ato apalah sejenis itu yang berhubungan dengan kalian. Semua saling sindir, saling maki, gak nyambung, saling memojokan dengan tulisan-tulisan yang kita gak tau ekspresi si penulis kayak gimana. Nah ini yang biasanya fatal!! Saat orang lain menulis Status, Timeline, Balas Komen, atau bahkan bales BBM yang sifatnya pribadi pun, kita gak pernah tau ekpresi wajah si penulis kayak gimana. Dari situ kalo kita gak cukup hati-hati dalam mengartikan, jatuhnya pasti salah paham. Padahal kalo kita raba isi otak kita, apa sih arti semua itu buat kalian?? Kalian nemuin kepuasan di dalam situ?? Enggak kan?! Plis lah..., aku yakin kalian adalah manusia-manusia luar biasa yang diciptakan tuhan dengan kemampuan berfikir atau bahkan justru SDM yang sangat luar biasa, JAUH DIATASKU!! Kenapa kalian melakukan hal-hal yang menurutku "bodoh" seperti itu??

Ayo berfikir lebih jernih lagi temans!! Aku yakin, kalian masih ingin kita tertawa ramai-ramai lagi seperti dulu, makan-makan bareng, karaoke bareng, sharing bareng, ngadain event gedhe bareng-bareng. Aku yakin, dalam benak kalian masing-masing masih sangat menginginkan hal-hal besar dan mengesankan diatas itu terjadi lagi diantara kita. Sumpah, aku masih bener-bener menginginkan masa-masa itu ada lagi. Ide-ide kalian sangatlah briliant, terlebih jika kalian tuangkan dalam hal-hal yang lebih positif. Jangan kalian hancurkan hanya karena sesi pencitraan dunia maya yang gak jelas ending nya. Aku yakin kalian bisa berfikir jauh lebih hebat dari aku, bahwa kita bukanlah sosok manusia yang hanya berani bersembunyi dibalik Foto Profil, Status Facebook, Timeline dsb. Aku yakin kalian adalah sosok-sosok pemberani dalam hal apapun. Menyikapi perbedaan, perselisihan, bahkan silang pendapat yang terjadi di dunia nyata sekalipun. Jadi ayo, kita hilangkan semua hal yang pernah menjadikan kita salah faham terutama yang bersumber dari dunia maya, aku ajak kalian berfikir jernih dan lebih jernih lagi. Apa sih arti jutaan follower kalo kita sendiri gak asyik di dunia nyata?? Apa sih arti ribuan teman Facebook kalo kita gak bisa membuat mereka salut ama kita tentang pemikiran-pemikiran kita?? Kita bukan golongan ABG Ababil yang punya pemikiran bahwa dengan dia marah-marah di Sosial Network, orang bakal ngira kalo dia cerdas dan tegas. Dengan memasang quote-quote mantab, orang bakal nyangka kalo dia hebat, padahal copas. Tunjukin pada orang-orang sekitar, terutama diri kita sendiri, bahwa kita adalah manusia-manusia sederhana dengan daya fikir hebat yang gak butuh pengakuan dari dunia maya.

Sebelumnya aku minta maaf jika kalian ngerasa dengan tulisan ini aku menggurui kalian, dan aku yakin tak ada satupun dari kalian yang berfikir dangkal seperti itu. Sekali lagi aku bilang, tulisan ini aku buat karena aku udah kehilangan sosok KALIAN yang dulu pernah menyatu dalam komunitas KITA. Komunitas yang terdiri dari AKU, DIA, MEREKA dan KALIAN. Memang aku gak kehilangan kalian secara komunikasi, tapi aku kehilangan sosok. Bahkan aku kehilangan pemikiran-pemikiran kalian yang dulu pernah aku saluti. "Perbedaan pemikiran itu wajar, tergantung bagaimana kita menyikapinya dengan pemikiran yang cerdas". Kalian pasti udah sering baca quote di atas. Jadi plis.., sikapi tulisan ini dengan pemikiran kalian yang dulu, bukan yang sekarang. Ayo, kita buang jauh hal-hal missing yang pernah membuat kita "Jauh", apalagi sumbernya dari dunia maya.

Ada atau gak ada kalian di dunia nyataku, aku tetap salut ama kalian.
Sparatos...

12 Des 2011

Pelukanmu, Musim Dingin Yang Megah

Kepenatan sore mulai menyerah pada senja yang murung. Kemurungan yang dikarenakan hujan mengurungkan jadwalnya menyinggahi bumi malam ini. Namun, ada adegan sakral pada episode awal. Ranum warna langit malam ini digenapi dengan ayu purnama yang tersunting gemintang. Dikawal segenap kerabat kayangan yang menabur milyaran bunga-bunga surga. Disaksikan genangan-genangan air di celah-celah pelataran, jejak hujan siang tadi yang memercik disetiap kaki. Diwujudkan senyum rembulan yang berjatuhan di beranda malam. Meninggalkan bercak-bercak putih, pantulan sinar dari selendang bidadari kayangan yang melangkah gontai melambai-lambai.

Pemandangan itulah yang sempat menghentikan keinginanku menghisap sari-sari rindu yang sudah mulai berbau anyir. Anyir darah yang keluar dari luka bekas tikaman masalalu yang pernah kau reka-reka. Kau lumuri gula-gula janji, namun hanya ada kegagalan setelah ku kuliti. Aku sesalkan, kenapa aku harus mempercayai senyumanmu yang pernah gagal kumiliki. Memaafkan kesalahan-kesalahan yang masih meninggalkan denyut di rahang-rahang hati. Memadamkan kilauku yang dulu terang menyala, menggantinya dengan remang harapan yang tak lagi mampu menghalangi gigil peluk ku. Menjadi tirai penutup untuk masadepan yang lebih cerah, saat itu, dan mungkin seterusnya...

Beruntunglah masih ada jeda yang mudah tereja mataku. Terkirim dari musim dingin yang megah, membekukan airmataku, dan menguatkan kembali sendi-sendi semangatku. Musim dingin itu menjatuhkan mahkluk serupa hawa yang setia menemani adam, tepat disebelah pembaringanku. Mengisi rongga-rongga jariku dengan jemarinya, mengusap kucuran peluhku dengan senyuman-senyuman nya. Mengahangatkan Kalbu ku dalam dekap eraman anggun yang membuatku nyaman tenteram. Memapah semangatku yang sempat terhuyung-huyung membawa sekarung tanda tanya yang tak pernah terjawab. Mengumpulkan airmataku yang berserakan, dia titipkan kepada mendung, agar terbuang bersama hujan. Menyumbat jalan nya arus kesedihanku yang sempat mengalir deras, liar, tak tahu kemana. Kepandaian nya sungguh seimbang, serupa degup jantungku, pelan namun pasti. Selalu ada seiring nafas yang terhembus dari rongga paru-paru ku.
Aku menyerah pada keinginan nya membuang sekat batas pelukan dan ciuman antara kita berdua...

11 Des 2011

Prosa Dungu Untuk Rindu

Hawa dingin di musim penghujan malam ini mulai menyapa kulitku.
Memapah ingatanku menuju keterasingan waktu dimana aku masih menjadi tong sampah atas segala kesedihan-kesedihan mu.
Lembab air hujan sepertinya sengaja membawa parasmu mengitari ruang kenangan yang sebelumnya telah terkunci rapat.
Paras yang pernah memiliki senyuman melumpuhkan, itu kata hatiku, dulu...
Sebelum ego pengkhianatan menyeretmu untuk mengundurkan diri dari ranah kebersamaan untuk menggenapi keganjilanku.
Bangku dingin yang mulai lapuk seolah menyempurnakan kenangan usang, tempat dimana kita pernah menghabiskan cerita diujung pagi.
Pada paragraf pertama, serangga malam tak pernah lupa menyumbangkan nyanyian-nyanyian nya untuk kita tuliskan.
Mengumpulkan rindu-rindu yang berserakan.
Menikmati cembung korneamu yang terkadang susah tereja.

Menuliskan kisah itu dimalam dingin ini, sama halnya mengihklaskan airmata ku mengendap-endap dari mata menuju pipi.
Menetes, pecah, memercik tak berbentuk.
Menyelimuti subuh dengan aksara tak terjawab.
Mengendarai imajiku untuk mengikuti jejak-jejakmu.
Lunglai menggenggam asa yang tak tahu harus kubuang kemana.
Mungkin bagimu, kerinduan ini hanya kau anggap segenggam garam yang kusebar ditengah lautan.
Atau bahkan, layaknya sebutir embun yang jatuh kebumi.
Karam tak berbekas, lenyap tanpa balas.
Sekumpulan rindu ini pun habis dilumat airmata tak bersuara diujung letihku.
Airmata yang pernah menemani semangatku mencari kebahagiaanmu, yang kini telah kau hirup dari nafas dia.
Kenapa rindu masih saja berterbangan di bilik hati?
Tidak kah dia temukan jalan untuk pulang?
Selalu saja begini!!
Mereka berdansa didalam ingatan, berlatar belakang malam yang di dinginkan hujan. Pulanglah!! Ada banyak hati kasmaran yang menunggumu diambang pintu.
Rindu berkata, dia kangen kamu...
Kangen berkata, dia rindu kamu...

10 Des 2011

Rembulan Dalam Dekap Gerhana

Pelataran galaksi langit berkabung, gelap merona untuk kesedihan rembulan malam ini. Rembulan sedang malu. Sejak senja melewati batas peran nya sore tadi, rembulan sengaja mengurung diri karena dikhianati janji gerhana. Mungkin, dia sedang menangisi janji-janji yang selama ini dia pelihara, lantak terbakar matahari siang tadi. Wajahnya terlihat pasi memucat terbalut jubah hitam gerhana yang perkasa. Pelukan jahat gerhana memaksa dia harus kehilangan cahaya yang selama ini membuatnya nampak anggun di medan langit. Dengan sengaja, keperkasaan gerhana merebut paksa segala yang dia punya.

Tanpa alasan pasti, mengapa gerhana melakukan adegan tanpa episode ini. Adakah janji-janji yang pernah mereka ucapkan dan belum terselesaikan? Hasratnya mulai dibakar birahi dalam sekumpulan api rindu yang berkobar, mulai kehilangan kadar waras. Melapisi emosi dengan ciuman-ciuman gusar tak beraturan. Melampiaskan kesumat benci yang juga pernah dia lakukan kepada matahari.

Untuk malam ini, kesetiaan bintang kembali dipertanyakan. Kenapa dia nampak kerdil dengan segala ketidakmampuan nya? Diam membisu, beku mengabu. Menyaksikan rembulan yang masih basah dengan tangisan-tangisan. Berdiri tersisih diantara bahu langit yang bersih. Berasap, hatinya telah mendidih direbus cemburu. Dialah yang seharusnya bertanggung jawab atas segala bentuk keindahan yang menghiasi pelataran galaksi. Menatanya dengan hati-hati agar tidak saling menyakiti.

Semoga petir tidak sedang malas untuk berteriak memanggil hujan...
Karena hanya hujan yang pandai mendamaikan dan menyamarkan airmata...

6 Des 2011

Sajak Aroma Tanah

Lidah langit kembali meneteskan liur hujan, seolah memberi intro panjang berkesedihan pada dingin malam yang belum seberapa larut ini. Ribuan rintik air diluar sana seakan mengintip ku dengan rasa iba. Padahal siang tadi, aku dengar langit bercengkerama mesra dengan matahari. Dia ingin memeriahkan pelataran nya malam nanti, menggoda kecantikan purnama, dan membiarkan bintang dikeringkan api cemburu. Secara diam-diam, rindu ku seolah bernyanyi samar pada ujung hening yang membasahi bumi. Menjebak ku dalam baris kata yang sesak, menyesatkan aksara dalam perenungan hasrat yang pernah ditaklukan ayu parasmu. Kali ini aku menyerah pada kesedihan yang bertamu di ambang hati. Kaca jendela yang mengembun seolah menerjemahkan senyum kemenanganmu atas kecemasanku menimba kenangan dulu. Memayungi jejakmu agar tak mudah dihapuskan sang hujan, menyimpan warnamu agar tak mudah dikalahkan pelangi. Belajar menjadi pencuri waktu untuk sekedar menanyakan kabarmu, meski tak berbentuk sapa dan cerita.

Di balik jendela, langit masih menangis dalam bentuk jutaan rintik yang berjatuhan. Sengaja mengetuk pintu rumahku, berharap aku membukanya, dan seolah meminta ijin untuk sekedar menangis bersamaku. Beberapa patah dia berkata dan bertanya "Purnama mengkhianatiku malam ini, untuk kesekian kalinya dia tidak datang lagi menghiburku... Benarkah esok akan ada pelangi?? Bolehkah aku berdiam disini?? Menemanimu dan turut serta menikmati aroma sajak mu??" Terbaca dalam urat wajahnya, tak terselip sedikitpun gairah untuk tersenyum, menciptakan alunan nada tanpa irama yang hanya terhembus di sela-sela nafasnya. Wajahnya memucat biru, membisu. Dalam nanar pandangan matanya, aku melihat rindu yang sudah membeku. Memutar kenangan yang telah mereka lalui bersama pada malam-malam sebelumnya. "Untuk apa kau berdiam disini jika hanya ingin menyatukan sedih dalam cerita rindu?? Pergilah... Kamu harus melukiskan bentuk pelangi untuk esok hari..." Ucapku padanya agar dia mau pergi dan tetap menunggu kehadiran purnama, mengabadikan nya dalam lamunan-lamunan yang masih berselaput dara, murni dan belum terjamah kejahatan-kejahatan.

Memayungi jejakmu agar tak mudah dihapuskan hujan...
Menyimpan warnamu agar tak mudah dikalahkan pelangi...

1 Des 2011

Rindu Beku Kian Membatu

Hening ini mulai mengabut dan menyamarkan pandanganku
Tapi ingatan tentangmu, masih saja membias jelas diantara ketidakmampuan yang lemas
Seperti keinginan untuk menarik lagi selimut di perbatasan pagi
Terkadang, sayu wajahmu bertamu dihadapku terbawa purnama
Menghentikan denyut nadi yang mulai sehat berdetak
Meninggalkan ludah perih yang selalu mencair dan membuat kalbu menggigil
Kemana lagi aku mencari matamu yang setebal buku
Dimana banyak hal bisa mudah terbaca dan dipelajari
Atau justru banyak cerita roman yang tak berakhir tenang

Selembar bait rindu ini untukmu...
Dijejali sedikit hampa yang menggema di setiap sudutnya
Tenang mengambang, siap terisi dan tegar menanti
Akrab dengan airmata yang selalu mengaliri kejujuran nurani
Membangunkan kenangan atas nama keinginan untuk saling mencintai dan menghargai
Menanti pedulimu menuliskan harapan, untuk mencairkan rindu beku yang kian membatu
Seperti sajak yang tak lagi bertegur sapa dengan tanda baca nya
Hanya berisikan tanda tanya yang belajar merangkai kekuatan untuk sebuah kata perpisahan

25 Nov 2011

Bangkit Dan Mewangi

Setelah beberapa hari bosan dengan menu sinyal yang semakin berjalan renta, hari ini jemari jahil menggeliat kembali. Meliak-liuk kan tubuhnya yang baru saja terbangun dari pembaringan. Sepertinya dia merindukan kembali rasa getir yang selalu mengekor. Hari ini aku sengaja membangunkan nya. Menariknya dari selimut hangat dan bantal guling empuknya. Sudah terlalu lama dia tidak mencorat-coret langit Gmail.

Disela-sela paragraf ini dia biasa berdialog merdu dengan layar monitor. Memanggil kata demi kata, hingga terbentur pada satu kata berwarna abu-abu yaitu namamu. Abu-abu adalah warna kesukaan nya. Bagi dia, abu-abu adalah warna yang diam, tak mudah di logikakan, dia selalu sendiri, ganjil dan tak berpasangan. Diamnya mengandung kapadaian memanggil bising, ditengah-tengah waktu yang selalu saja membawa bingkisan kegelisahan, melenggang mesra bersama hembusan udara dingin ditempat yang aku duduki sekarang.

Bentuknya sudah mulai membaik, tatto di sekujur tubuhnya perlahan memudar, luka bekas koyakan-koyakan belati di masalalu nya juga mulai menutup dengan sempurna. Padahal dulu aku melihat, perih sudah mulai menghancurkan lapisan terdalamnya. Menunggu keihklasanmu menjenguk suasana hatinya. Buat dia, rasa lupa mu yang paling fatal adalah saat kau memutuskan untuk meninggalkan dia tanpa kau bekali obat. Karena semua itu sakit. Saat itu juga dia baru menyadari bahwa memujamu adalah hal yang salah. Entah itu dari cara ataupun jalan nya. Yang secara kasar menyeretnya menuju tempat panas yang mengeringkan kalbunya.

Malam ini dia tampak segar, dengan balutan celana jeans hitam dan kemeja merah hati yang tersembur aroma Dunhill Blue Desire. Mengundang lirikan-lirikan hawa yang belum tahu menahu tentang hatinya yang masih lebam karena pernah dihancurkan kaumnya. Kesabaran nya yang membuat dia tampak bodoh. Kesabaran nya serupa tanah yang terinjak kaki, terguyur hujan, terludahi caci maki. Diam tak bergumam...

Kebangkitan nya malam ini mewakili kerlip bintang yang sempat malu karena kecantikan purnama...

15 Nov 2011

Mana Sayapmu??

Hari ini senja terlalu cepat memanggil malam, mungkin dia rindu akan kecantikan rembulan. Membawa sekuntum mawar merah jingga persembahan kalbu meski terkadang mengabu. Sementara diantara hiruk pikuk suara kota dibawah sana, aku terlentang bebas diatas gedung bersejarah ini. Sisa peninggalan para pahlawan yang memperjuangkan kebebasan bernafas yang bernama kemerdekaan. Dalam kesendirian ini, aku hanya ingin menyaksikan bintang yang saling bercumbu. Saling merayu satu sama lain. Tak jarang salah satu dari mereka patah hati dan bunuh diri, menjatuhkan diri ke bumi. Itulah keindahan langit yang maha dahsyat. Mengandung mitos bahwa semua kumpulan do'a akan terkabul jika kita melihatnya. Ini kebiasaan lamaku, hanya untuk sekedar memugar janji yang telah usang dan melepaskan segala beban yang terpikul di pundak seharian, hingga subuh mulai meneriakan ayat-ayat Tuhan.

"Sendirian aja??" Suara merdu perempuan itu sempat menghentikan detak jatungku. Aku coba bangun dan menatap kedua matanya yang bening, bulat, tajam dan ramah. Wajahnya merona ayu, putih bersih bak wajah bayi yang baru terlahir ke bumi. Khas wajah bidadari yang sering aku baca dalam buku-buku dongeng. Lama aku tak menjawab pertanyaan nya, dia pun tersenyum, memperlihatkan salju putih disela bibirnya yang merekah megah seraya menghentikan kepakan sayapnya.
"Iya... Ini tempat yang paling aku suka selain rahim ibuku setelah aku terlahir ke dunia... " Jawabku singkat.
"Aku tahu... Jauh disana juga banyak mahkluk yang melakukan hal sepertimu, termasuk aku..." Dia berkata tanpa melihat wajahku.
"Oh ya?? Apa yang paling kamu suka dari pemandangan langit diatas sana? Atau kamu sedang menunggu sesuatu?" Tanyaku sambil tak berkedip menatap wajahnya.
"Aku hanya ingin menyaksikan bintang yang saling bercumbu... Saling merayu satu sama lain.. Dan tak jarang salah satu dari mereka patah hati dan bunuh diri, menjatuhkan diri ke bumi..." Sekali lagi, dia memamerkan senyumnya, tapi kali ini dia menatap wajahku dalam-dalam. "Oh iya, kita belum saling kenal... Namaku BAYANG, aku tinggal dalam angan-angan yang aku reka-reka sendiri... Kamu?" Dia mengulurkan tangan nya, dingin kugenggam sebuah kelembutan, serupa bibir ibu yang sering mengecup keningku. Seperti awal kedatangan nya tadi, aku tak segera membalas pertanyaan nya. Karena aku lelaki, aku terbiasa dengan keadaan hangat, seperti kopi yang biasa kuteguk, seperti rokok yang biasa kuhisap. Sementara saat ini, dia menghidangkan suasana dingin yang terbalut kelembutan surgawi. Sungguh tak pernah kurasakan sebelumnya. "Hey..., nama mu siapa? Kok bengong?" Sambil tertawa manja, diapun tak mau melepaskan genggaman tangan nya.
"Ouh maaf..." Sambil tertawa kecil aku menjawab menutupi rasa malu ku. "Nama ku SAMAR, aku tak punya tempat tinggal, berpindah-pindah dari atap fikiran satu ke atap fikiran lain..."

Ber jam-jam kami menyaksikan malam yang seolah bertekuk lutut menyatakan kekaguman pada kecantikan rembulan. Sambil kurebahkan kembali tubuhku, aku bercerita tentang kegiatan ku seharian ini kepada Bayang, yang baru saja aku kenal. Aku merasa nyaman, nyambung, begitu juga Bayang. Sayap yang melekat di punggung nya seolah tak menghalangi untuk dia merebahkan tubuhnya, tepat di sebelahku. Perlahan dia meraih tanganku, mengisi setiap rongga jemariku dengan jemarinya sambil bertanya "Pernah kau bayangkan hal ini terjadi dalam hidupmu??"
"Pernah..., tapi dulu... Sebelum aku menyukai kebiasaan ini. Kebiasaan menyaksikan bintang yang saling bercumbu... Saling merayu satu sama lain, dan tak jarang salah satu dari mereka patah hati dan bunuh diri, menjatuhkan diri kebumi..." Jawabku parau. Sementara kami berdialog, embun tetap saja menganggu. Datang berduyun-duyun bersama kerabat karibnya yang selama ini bertugas mendinginkan malam. Kedinginan itulah yang membuat kita lupa akan waktu, hingga subuh mulai meneriakan ayat-ayat Tuhan, memanggil kembali matahari yang selalu datang dari timur.

Bayang terbangun dari tempatnya merebah, medekatkan wajahnya diatas wajahku sambil berpamit "Aku harus kembali... Apakah kau ingin tetap disini?? Segeralah pulang, siapkan pundakmu untuk memikul beban seharian... Besok kita bertemu disini lagi, di tempat dan waktu yang sama... Hanya untuk menyaksikan bintang yang saling bercumbu... Saling merayu satu sama lain, dan tak jarang salah satu dari mereka patah hati dan bunuh diri, menjatuhkan diri kebumi..."
Perlahan aku bangun dari rebahanku, menyaksikan dia mengepakan sayapnya, meninggalkan aku yang sebentar lagi juga akan turun dari atas gedung ini.

Menyaksikan bintang yang saling bercumbu... Saling merayu satu sama lain...
Tak jarang salah satu dari mereka patah hati dan bunuh diri, menjatuhkan diri ke bumi...

9 Nov 2011

Semoga Matahari Terlambat Bangun

Rasa kantuk yang akhir-akhir jarang sekali menyapaku, tiba2 berteman akrab dengan jemariku untuk berunding diatas keyboard.
Percakapan mereka terhenti sejenak, dikejutkan dering lonceng yang berbunyi dua belas kali.
Lamunan mengingatkanku bahwa cantikmu telah menunggu di ambang mimpi.
Ingatan sudah tak mampu menahan sesaknya rindu, hingga di setiap do'a nya, yang tersebut selalu namamu.
Bergunjing lirih dengan bintang, mengapa dia selalu ihklas menyumbangkan kerlipnya untuk Langit?? Itu bentuk kesetiaan...

Seperti keperkasaan langit yang telah menidurkan bumi dan menyetubuhi nya malam ini.
Semoga esok matahari terlambat bangun dan tak segera cemburu untuk menceraikan mereka.
Dibalut udara yang sedingin ini, seperti tatapan matamu.
Tatapanmu adalah musim dingin yang kekal buatku, hingga air mataku membeku, tak hendak mencair.
Bagaimanapun juga, rindu ini masih menjadi raja dalam dadaku.
Memerintahkan ingatan untuk selalu memanggilmu, kapan saja, semaunya...
Ucapan manjamu adalah cahaya yang menjungkit samar di uluhati ku.
Mendulangkan rasa perih, membuat sajak-sajak ku terkelupas dari  lembaran-lembaran nya.

Kisah kita, adalah satu penghargaan yang pernah diabadikan waktu.
Dibumbui rasa sakit karena terjatuh, agar cinta kita tak pernah menjauh dari do'a.
Hanya saja, mimpi-mimpi fihak ketiga terlalu sombong untuk memisahkan erat genggaman tangan kita.
Memisah paksakan lumatan lidah yang sudah terlanjur akrab, dan memotong nadi kasmaran yang pernah membuat kita lupa akan pulang.

Setelah hujan menyudahi tangisnya, kaca jendela mengembun...
Itulah jelmaanmu yang memandangi sisi gelapku malam ini...

6 Nov 2011

Rindu Yang Dirayakan

Senja mulai rapuh, pucat, menguning, dan perlahan karam ditelan garis horisontal di ufuk barat.
Berganti malam yang mulai terbangun dari peraduan, meniupkan bayu sejuk dalam aroma tanah yang masih menguat karena hujan rindu yang membasahi bumi.
Masih segar dalam ingatanku, kita pernah menatap pergantian posisi yang sakral ini hingga subuh menepi.
Menumpuk kenangan, menghimpun mimpi meski tak seluas bumi.
Hingga lidah tak hanya ingin saling berkata, tapi bertemu.
Ijinkan saja keinginan nya, itu cara lidahku menitipkan hati kepadamu.
Meski sekarang dia hanya menemukan jalan buntu, biarkan dia untuk tetap tenang diujung jalanmu, hingga waktu menuntun nya pulang.
Temaram purnama pernah memanggilnya.
Hanya saja, dia tetap kukuh menghabiskan ingatan dalam bait-bait tanpa dosa tentang pertemuan dua anak manusia yang tak pernah mendapatkan ijin untuk menyatu.

Hargai perbuatan nya, sayang...
Kekuatan nya begitu luar biasa.
Kau percayai atau tidak, semua lembar sajak ini pernah hangus terjilat api yang mendustai, hanya huruf-huruf bertuliskan namamu yang masih utuh.
Sadarku, kamu telah mengekal.
Rinduku ini adalah kebodohan yang terekam kenangan.
Waktu akan tertawa saat memutarnya kembali tanpa kemauanmu untuk membalas.
Dia juga cengeng, sesekali mendatangimu dengan isak tangis yang menjadi-jadi.
Abaikanlah, itu cara dia mengadu, bahwa tempat tinggal nya telah penuh sesak.
Tak ada lagi tempat untuk dia berdiam.

Oiya, hari ini dia berulang tahun, sayang...
Sumbangkan nafas ihklasmu saat meniupkan lilin nya, untuk sekedar merayakan sekian tahun penantian nya yang hanya untukmu.
Biarkan nyanyianmu membuatnya lupa, bahwa iblis baik hati telah sudi datang, menyumbangkan tawa dan tepuk tangan atas kehancuran nya.
Dengan tangan yang gemetar dan pandangan samar, dia pasti akan berikan potongan kue pertamanya khusus untuk mu. Itu kebiasaan usangnya, percayai itu!!!
Setelahnya, dia akan lewatkan dingin malam dengan kobaran api cemburu.
Jangan hiraukan, karena embun akan memadamkan nya saat subuh menggema. Agar tak mudah menyulut segalanya seperti yang pernah terlewati.
Bait-bait ini adalah kejujuran yang diperintahkan kenangan, untuk terus menyudutkanku dalam lamunan pengap berdinding auramu...

3 Nov 2011

Matahari Itu "Orang Ketiga"

Malam ini Tuhan menurunkan hujan, sayang...
Tolong hayati, itu wujud kesetian langit kepada bumi.
Diwujudkan dalam tetes air yang sejuk.
Aroma tanah yang bergelombang pelan memasuki indra penciumanmu.
Dedaunan menghijau ranum.
Yaahh... Malam ini langit membuktikan kesetian nya.
Tapi mengapa esok harus ada Matahari??
Menguapkan semua pemandangan malam ini.
Kedinginan mencair, tak berbekas. Dedaunan cemberut kusut.
Matahari lah, orang ketiga yang menyebabkan kemesraan malam ini terkoyak.
Tanah sempat meneriakan kekaguman pada langit malam ini.
Diwakili gelegar guntur, lantang dia tunjukan kerinduan yang selama ini memenuhi dada.
Tapi esok, tanah juga pasrah disaat sengat panas mentari mulai menyetubuhi.

Senasib dengan kecup rindu yang pernah ku titipkan di bibirmu.
Mungkin hari ini, dia telah remuk dihancurkan ciuman nafsu kekasihmu.
Mencair dalam liur birahimu, tertelan, lalu mengekal.
Biarkan dia tetap berdiam disitu, didalam tubuhmu.
Suatu saat akan kutengok keberadaan nya melalui lidahku.
Sampai aku bisa menemukan kunci dari gudang kata pengap seperti ini.
Menata aksara demi aksara, menyusun bait demi bait.
Demi menayakan keadaan dan bentuk rinduku yang terbawa oleh kepergianmu.
Buat aku tersenyum lega.
Karena dimatamu, aku melihat rindu-rinduku terbungkus rapat dan tertata rapi.
Serahkan semua itu kepadaku, jika tak ingin mengganggu penglihatanmu.
Jangan saling memBENTAK, agar kita bisa saling memBENTUK

31 Okt 2011

Tamu Kalbu "tak" Diundang

Semerbak Casablanca menyelinap masuk melalui ventilasi, tercium oleh hidungku.
Secepat kilat, sigap kubuka jendela.
"Engkau kah itu, sayang?? Kenapa tak menyempatkan singgah??"
"Mengabadikan jabat tangan, meski tanpa pelukan dan ciuman..."
"Hey..., apakah kau tak mendengarkan ku, sayang??!!"
"Masuklah, aku sangat merindukanmu!!!"
Teriakan itu begitu menggema, dan hanya didengar oleh telinga hatiku, sendiri...
Sekelebat aku hanya melihat kibasan rambut dan gaun biru laut yang dia kenakan, tanpa sempat melihat cantiknya.
Ada apakah gerangan dia datang kemari?? Ingin menyakan bentuk hatinya yang masih kusimpan??
Kuharap kau tetap baik-baik disana, sayang...
Tanpa ada rasa sakit, sehingga selalu bisa menghadiri undangan kalbuku.
Karena setiap kesakitan ragamu juga akan menjadi penambah resahku, dulu...
Kuharap kau tak pernah lagi takut akan malam, karena disetiap gelapnya, selalu ada dekapku yang melindungimu.

Yaahh..., kuserahkan saja pada sang waktu, siapa yang akan memperindah lukisan cinta ini. Kemauanmu atau kesabaranku.
Sebab, lelah ini tak juga bisa membuatku menyerah.
Berdiam diri di dadamu, dan tetap membujuk hatiku untuk segera pulang. Karena tak seharusnya dia berada di tempat yang seperti ini.
Untunglah keyboard ini tercipta bisu, dia tak akan bisa bercerita, seberapa sering aku mengingatmu disetiap rindu yang aku ketikan.
Suara hatiku ini terlalu merdu untuk memanggilmu, hingga setiap detik kau pun datang menghampiri fikiranku.
Kuharap, jangan pernah lagi menghidangkan kenangan baru buatku, sayang...
Cukup hangatkan kenangan lama, itu sudah cukup buat santap malam yang hening buatku saat ini.
Kehadiranmu masih seperti hujan, menyebalkan tapi kurindukan...
Kedatanganmu layaknya parfum, wangi namun tak berbentuk...
Gerakanmu seperti tangisan bayi, berisik tapi imut...

28 Okt 2011

Sedekah Tangis Ditengah Hujan

Air itu bersumber dari kelopak matamu, bergulung pelan, menghapus halus bedak kuning langsat yang serupa dengan warna wajahmu. Membentuk garis tegak dari mata ke pipimu, seakan membelah daging empuk yang dulu menjadi landasan hidungku.
Mewakili bibirmu yang pernah hangat kulumat, air itu berkeluh kesah, perihal pilihan yang salah. Berisi cacimaki dari mulutnya, tuduhan dari lidahnya, bahkan tamparan dari tangan perkasa nya.
"Dia tak sepertimu..." Ungkapan yang kurang baik buat telinga dan hatiku, sayang...

Teruntukmu, aku memilih untuk menangis ditengah hujan.
Hingga tak mudah untukmu membedakan mana airmata ku dan mana air hujan itu.
Agar kau tak pernah merasakan pedihnya luka ku oleh takdir perpisahan kita, yang tak layak untuk kita persalahkan.
Ihklaskan...  Abaikan... Aku hanya bagian dari rasa kehilanganmu, akan sesuatu yang tak pernah bisa kau miliki.
Anggaplah aku layaknya cermin, setelah kau cantik, pergilah bersama dia... Tinggalkan aku dalam hening bisu terpeluk pilu.

Pahamilah kesetian Sang Malam, sayang...
Dia akan selalu pulang disaat senja memanggilnya.
Begitu juga fikiranku, selalu mengeja namamu meski terbata.
Berharap kau selalu datang meski setiap saat, duduk tenang disini, di dalam sejuk ruang benak ku.
Andai bisa kurangkum semua sajak sampah yang kutulis, huruf-huruf nya teriakan namamu, tanda bacanya kerinduanku.
Tanpa bukti yang nyata, hanya airmata yang mulai menetes ke keyboard ini jadi saksi. Kuharap dia beku, agar tak mudah menguap dan hilang. Dengan segala salam dan kepala menunduk bathinku berucap...
Bahagialah bersama dia...
Karena aku juga telah bahagia setelah kutemukan tulang rusuk ku, disini...

27 Okt 2011

Mimpi "ter" Basah

Dengan aura yang anggun, bayangmu mendatangiku dengan mata yang basah, bercerita tentang kejahatan perih yang bagaikan sematan jarum dijantungmu.
Perlahan kau lepaskan jubah kesombonganmu dilantai.
Bukan satu kebetulan, aku melihat kemurnian zam-zam yang pernah kau sebut buahdada, layaknya hakekat kemurnian cinta yang tak mengenal birahi sebagai dosa.
Hingga tak berbusana, mulai kau seka peluh duka yang mengembun dikeningku.
Ereksi rindu tak terbendung, mengeras diantara senyum mesramu yang bak timah panas menembus jantungku.
Kujilati rindu demi rindu yang tercecer di sekujur tubuhmu.
Ego, cacimaki, iri dengki pada akhirnya mengalah pada pertemuan bibir kita yang basah.
Apakah kau sedang lapar sayang?? / Tidak, aku hanya "butuh air".
Nanar kulihat, disela "daerah itu" masih tertinggal sisa kenakalanku dulu yang teramat jantan menghujam.
Membenamkan kasih hening pada hangat pangkal pahamu.
Meleleh bisu, bersimpuh pekat dalam kenyalnya dinding rahim mu.

Ini keramat sayang...
Layaknya kisah Asmarandana, Kamasutra, atau senyuman Dewi Sri di musim panen para petani
Kuhargai kepandaianmu membelah duka, kau potong menjadi dua bagian, lalu kita nikmati berparuhan.
Satu legenda dimana matahari pernah membohongiku, di siang terik panasnya begitu menyiksa.
Tapi kenapa panas itu hilang setelah kedatanganmu??
Dinadiku lah tempat anggunmu tersimpan, mempunyai andil besar dalam menggerakan tiap-tiap denyutnya.
Kau sadari atau tidak, pesonamu tak akan pernah berkurang sedikitpun, bahkan setelah kau memotong rambut dan kukumu...

23 Okt 2011

Adegan Langit Minggu Malam

Hey Bintang...
Apa yang sedang terjadi diatas sana??
Aku melihat ribuan Bidadari telanjang tanpa busana, menyuguhkan birahi beraroma wangi. Bergerak gemulai diiringi sajak khidmat yang dibacakan awan. Pelangi turut menyumbangkan tujuh warnanya dan musik mengiringi dengan tujuh nadanya.
Apakah disana kau sedang merayakan pesta rindu??
Tawamu berjatuhan hingga ke bumi, berserakan dan berhambur berantakan.
Bolehkah kuambil satu senyum yang sudah menyampah ini??
Kujadikan hiasan di langit-langit kamarku, karna ku temukan satu yang serupa dengan senyuman dia yang telah pergi meninggalkanku, tercuri anak haram yang miskin akan jiwa jantan.

Hey Rembulan...
Tidakah kau jatuh cinta kepada Bintang??
Yang selalu menemanimu berdansa, menghiburmu, membentuk rasi seraya menari. Yang selalu menyiapkan tandu untuk membawamu kemanapun kau mau.
Tidak kah kau kagumi, bahwa dia yang selalu berani mengahadang gerhana saat berusaha menggerogotimu??
Ingin sekali aku mendengar sajak tentang kekagumanmu padanya, sanjunganmu tentangnya. Teriakan dengan lantang!! Buat pipinya merona ungu karena sajak-sajak mu.

Teduh Tergadai

Matahari mulai menghunus pedang, siap menikamku dari belakang. Disela perjuanganku mencari celah jalan diantara kepulan asap kota. Asap yang juga keluar dari nafas bego yang tertawa lebar, menggilas kediaman kumuh kaum kotor. Pelan merambat angkutan kota yang sengaja melambat, lapar akan penumpang yang berbayar sama meski berjarak beda. Dipemberhentian lampu tiga warna, dua dari puluhan anak jalanan mulai mendekat. Mengucap salam akan keringnya tenggorokan dan perut yang keroncongan. Berharap penuh pada rupiah yang terulur ikhlas dari tanganku, tak peduli recehan maupun lembaran. Mereka bukan bentuk kemiskinan, tapi merekalah bentuk pengkhianatan. Pengkhianatan akan kata "manja" yang hanya terbit di buku harian anak-anak gedongan.

Sementara, segerombolan akasia sedang berdialog dengan hidangan yang hijau dan rimbun. Melambaikan dahan-dahan mereka yang seksi, merayuku untuk sejenak menyinggahi surganya yang teduh, seteduh tatapan mata putriku saat melepas keberangkatanku tadi pagi. Keteduhan akasia itulah yang terabaikan oleh terik. Terik yang dengan kejam meremas isi kepalaku hingga remuk tak berbentuk, hancur berhambur. Ada apa dengan Sang Matahari?? Aku yakin, Matahari sedang cemburu, kobaran hatinya terasa hingga membumi. Menyemburui kehadiran rembulan yang selalu ditemani bintang nanti malam. Bercengkrama mesra merayakan pesta rindu.

Layaknya seteru Matahari dan Rembulan, itulah gejolak rasa cinta, tak bisa didamaikan...

19 Okt 2011

Mengulum Rindu Dipangkuan Senja

Seperti saat-saat dan waktu yang telah dilalui hari. Pagi, siang, malam, datang bergantian. Aku ingin kau memahami bahwa aku bukanlah perindu ulung yang selalu bisa menjiwai peranku. Bibirku yang mengulum rindu, lidahku yang mengecap lelah, dan tenggorokanku yang menelan getir, terbuang dalam tangis tak berbentuk. Diperbatasan ufuk, senja tak pernah lalai menutup kemaluan nya, layaknya kamu yang tak juga lupa untuk memejamkan rapat mata hatimu untuk ku. Nyeri dan perih mulai bertamu ke uluhati, jiwaku mulai mengabur. Dari sumbu yang telah terbakar keserasianmu dengan dia, samar kupinta pada Tuhan agar sesegera mungkin merencanakan kematianku. Khilafku menghadang!!!

Lebam di pembuluh darahku adalah akibat seringnya aku menyetubuhi wangimu yang sempat kau tinggalkan. Tersumpah diantara sungging senyuman yang memperlihatkan salju putih, hal itulah yang sempat menghambat kematianku yang tersurat oleh kodrat. Apakah ini satu bentuk khilaf ku pada Yang Esa?? Tidak!! Karena cinta ditakdirkan untuk mempertemukan, seperti halnya aku dan kamu.
Tapi kenapa kali ini cinta menyalahi takdirnya??
Kenapa cantikmu selalu menjelma menjadi peluru yang menghujam isi otak ku??
Haruskah aku tak berkepala, sehingga mudah untuk melupakanmu??
Kenapa tak jua kau anggukan kepala dengan sajak-sajak yang tertuju untukmu??
Mengapa senjaku selalu kau lengkapi dengan luka-luka tak berdarah??

Layaknya seekor ikan, sesekali aku melopat ke udara untuk mempertanyakan takdirku. Yang sengaja kau koyak dengan bias rona merah dipipimu yang sempat dititipkan oleh Tuhan. Memecahkan tangisku dimalam buta, hingga bantal guling tak bergeming. Nalurimu adalah kekayaanku, bathinmu adalah tempat belajarku, mengapa kau masih membelakangiku??

17 Okt 2011

Ingin Kupinjam Lipstikmu

Sejak sore tadi, imajiner terus merengek mengajaku bergunjing tentang kita yang telah terpecah menjadi aku dan kamu. Menjalankan mesin otak ku untuk terus mendaur ulang kalimat-kalimat majemuk. Berbentuk nostalgia yang pernah tumbuh di geraham belakang masa mudaku. Dimana aku bersibuk membenalui sari kasih mu yang perlahan getir kutelan, merasuk dalam aliran sungsumku, lantas membeku. Masa itu telah terkemas dalam keranda yang siap terusung. Karena itulah benak ku mulai lunglai untuk mengingat nya.

Yah..., mungkin itu salah satu alasan mengapa aku tak bisa bertahan lama dalam tembok tak berbatubata ini. Pengap menguap, sesak tak berontak. Beranjak pergi tapi tak mampu berdiri, terluka parah namun tak berdarah. Tunduk terhadap lipstik yang halus teroles di bibirmu. "Mungkin aku yang lebih pantas memakai lipstik itu??" naluri yang tak pernah bisa menjantanimu berbisik. Kalimat yang sempat membuatku malas untuk berkedip, menunggu sisa musim pancaroba untuk bisa merasakan panas dan dingin secara beriringan. Menganyam sajak seserpih demi seserpih bak menikmati kopi hangat kuminum sesesap demi sesesap.

Tak' kan lagi kutambahkan kata "Sayang" saat aku menjawab "Iya..."

4 Okt 2011

Jelata Nuraniku

Kuluruskan kembali lembar waktu yang sempat mengkerut kusut karena tingkahmu.
Merapikan kata "membenahi" dan bukan "membenihi".
Seperti perpindahan ulat menjadi kupu-kupu.
Menjelang senja nanti tutuplah pintu setelah proses itu.
Biarkan rembulan sabit bercerita tentang romantika semua pasangan yang sempat tertangkap basah oleh matanya.
Dengarkanlah!! Karena dia tidak pernah membual...

Untuk kesekian kalinya aku mengajakmu berunding dalam tema "Telanjang Dari Segala Rasa" meski dalam jeda waktu yang tak lama, namun tak sesempit satu kali putaran lagu.
Untuk sekedar menepis perdebatan tanya, siapa yang meninggalkan atau ditinggalkan.
Tentang kesetiaan angin dan pantai hingga mereka menjadi ombak.
Tentang kesetian api dan kayu hingga mereka menjadi abu.
Pun kesetiaan hujan dan langit hingga menjadi pelangi.
Bukan perkara yang gampang untuk menunjukanmu jalan yang benar menuju pulang.

Libatkan nuranimu disini, karena ku tak' akan pernah melerai sedikitpun kejahatanmu yang sering bergulat manis di pelataran padu padanku.
Pengkhianatan bersin terhadap hidungku.
Ingkarnya kantuk terhadap mataku.
Dan kebohongan nyeri terhadap sendi2 tulangku.
Jika mungkin aku telah terkalahkan, kan ku panggil lantang pasukan kesetiaanku untuk menghancurkan peranmu.
Menyeimbangkan lagi hasrat yang mulai meneteskan liurku, berganti kalimah santun untuk nuraniku yang masih jelata.

25 Sep 2011

Kafein Jahanam

Dingin mulai lapar menggerogotiku malam ini. Mengucap salam pada pori-pori kulitku yang menyambutnya dengan sapaan malas. Layaknya harapan yang mulai mengembun, untuk selalu mengakrabkan cantikmu dalam galaksi anganku. Tepat disebelahku, tergolek dua mahajiwa yang telah memasuki beberapa tahap mimpi. Melambaikan hasrat kepada bibirku untuk mengecup keningnya masing-masing. Dua sosok yang selalu menyumbangkan tawa dan semangat di tiap skenario hari-hariku. Menjadi aktris utama di semua episodenya, dan selalu mengajarkanku lupa pada luka.

Bisikan hati nakal mulai mengajak untuk bertamu dan menginapkan auramu dalam bilik otakku. Seiring intonasi Britpop yang sombong, menggeser Blues yang berdendang manis dan minimalis. Mereka adalah Rock n' Roll, menyatu dalam secangkir kopi dan kepulan asap rokok ku. Menghidangkan keheningan untuk menu utama kita malam ini. Disaat jemariku mulai terangsang hebat untuk menyetubuhi keyboard didepanku. Bergerak liar seakan menemukan kamar gratis dalam inspirasiku yang mulai berkeringat lelah. Membisukan hati dari pertanyaan haram tentang perselingkuhan. Seperti kata rugi untuk pedangang angkuh berotak besi.

Berjuta pasang mata genit mulai menyibakan kelambu diatas sana. Serupa bintang yang dikirim oleh fikiranku sendiri. Serupa bulan yang menawarkan niat untuk menemani. Sendiri lebih baik bukan?? Bukan lebih baik, karena sendiri itu ganjil.

Tolong tetap paksa aku untuk menjadi "Dua"
Agar bisa menjai Suami yang melindungimu, juga menjadi Ayah yang menyayangimu... 

18 Sep 2011

Dahaga Tuan Putri

Layaknya gerhana yang mengingkari janji rembulan
Seperti pagi yang membungkam celoteh bintang
Bagai senja yang memasung kepakan sayap merpati
Seumpama pagi yang mengusir malam dari peraduannya yang teduh

Sepi berubah beku...
Luka berganti nanah...
Gagap menjadi bisu...
Cacat batiniah memaksaku untuk mengabaikan panggilan bidadari lain yang mulai mengangumi peranku

Samar..., gempita semangat terdengar membangunkan ku yang terlelap lemah di ruang pesakitan kumuh
Wangimu yang dulu bersenyawa dengan benak jinggaku, mendadak jahat mencabik kejantananku dengan murka
Lebam dihati masih membiru, hasil dari tikaman lembut tutur dan perilakumu yang dulu lunak kugenggam

Caci maki khusus buat sang waktu yang pelan merambat, tak lebih cepat dari laju siput Hidangan nyeri beraroma sinis dari alur hidup yang harus kutelan mentah dan hambar tanpa ada bumbu romantika
Ludah yang kau percikan kewajahku telah bercampur dengan keringat
Mirip..., mirip sekali Dongeng Pemuda Dungu Dipinggiran Desa yang hanya menemukan jalan buntu saat menjemput mimpinya
"...aku yakin, tetesan air mata ini akan mampu merubah padang pasir menjadi permadani yang akan selalu ramah menghapus peluhku..."

15 Sep 2011

Dihamili Auramu

Bertemu lagi dengan dia tanpa kuminta. Dia nampak pucat sekali. Wajahnya kumuh, lembab, lesu dan terlihat tak terurus sama sekali. Rambutnya kumal, compang-camping, persis gambaran perempuan pelosok yang belum mengenal salon kecantikan. Terlihat jelas kedua telinganya tanpa ada gelantung anting meski plastik sekalipun. Daster yang dia kenakan kumal, berjamur dan penuh robek sana sini. Suara yang keluar dari tenggorokannya yang kering membuat suaranya parau terbata saat menyapaku penuh rasa malu. Kulitnya nampak rapuh dan kering, bersisik, tak ada bau wangi lotion sedikitpun.

Pemandangan itukah yang menghancurkan legendamu? Legenda yang pernah diagungkan kaumku yang menggilaimu. Legenda yang selalu mengobarkan api cemburu dalam bathinku. Legenda yang mampu mengalihkan pandangan para lelaki meski telah beristri. Legenda yang pernah memindahkan mu dari jok Supra menuju Innova.


Pun pribadiku yang pernah ditelanjangi pesona, disetubuhi wangi dan dihamili aura mu. Mengakar hingga membumi dan sempat menghentikan nadi. Ketika hujan mulai deras sesuka hati, membuat basah kuyub saat aku telanjang kaki. Cerita Bagus ala pemuda berdompet ngepass, Cerita Mesum ala remaja yang masih suka ditimang papa.

Cacian sudah kuanggap nyanyian nina boboku, makian sudah kuanggap busana keseharian ku. Terlelap berselimutkan cibir dan hinaan.
Dimana lelah? Lelah telah menjelma menjadi perjuangan yang kurang sempurna. Kemana patah hati? Patah hati telah berganti penghuni. Menjadi sujud ikhlas kepada Yang Esa meskipun..., tetap kurang sempurna.

10 Sep 2011

Seteru Munafik dan Kebodohan

Tenggelam lagi di aliran limbah perseteruan najis. Mahkota yang disematkan oleh Tuhan yang bernama cinta itupun turut hanyut bersamanya. Seiring dengan rasa lelah yang memaksaku berhenti menjalani laku musafir menuju hatimu. Berjalan terus dengan tujuan untuk menjadi mahajiwa. Rasa ingin berhenti itu tidak dikarenakan belum adanya pertemuan bibir kita. Semata-mata hanya karena kau masih menyita dan menyembunyikan otakku. Sekali lagi, otakku, bukan hatiku!

Pipiku basah? Bukan karena tangisan, bukan karena penyesalan. Dimana munafik mulai menguasai laju darah dan egoku. Wujud dari rasa ingin tertawa yang meledak karena aku telah mampu merobek berkas-berkas itu. Berkas yang membuktikan bahwa kita pernah saling merindukan. Bukan hitungan hari, bukan hitungan tahun, bahkan hitungan detik. Kebodohan itu murni aku lakukan sendiri tanpa ada kamu. Merindukan petaka dulu, atau hanya merindukan lendir? Tak bisa kuambil salah satu jawaban, karena telah kudapatkan dua-duanya. Teori neraca yang pernah diajarkan oleh pengorbanan, perlahan namun pasti telah kau kemasi. Teori yang pernah mengajarkan kita untuk seimbang dan menimbang.

Santun yang beruntun, sahabat yang mendebat, tak pernah kudengar. Hanya nyanyian manjamu yang terdengar entah lewat bibir ataupun saluran tanpa kabel. Teriakan naluri lelakiku, lubang lembabmu selalu nyaman untuk kuhuni. Bukan kuhuni, tapi kuhujam! Walau hanya berbuah keringat dan lendir, kegoblokan setan nafsu selalu membisik di telinga kiri... "Lanjutkan, bodoh!! Itu kenikmatan!!" Logika telah terpasung oleh keanggunan fisik yang semu. Fisik yang sebenarnya berasa sama jika sudah "dibuka dan dirasa" Hanya rasa itu. Tak ada manis, asin, bahkan pahit.

Berganti dengan kesepian yang tak bisa lagi bersenandung. Hanya bisa malu melihat cibiran sinis sang rembulan jauh diatas langit sana, menyaksikan balutan lukaku yang tak jua mengering. Gelembung-gelembung rindu yang mengajak naluriku terbang, ingin sekali menengok parasmu dari balik jendela bathinku yang telah mengikhlaskan kepergianmu. Yang telah terlena dengan rayuan "anak haram" itu. Sekedar ingin menyapa, atau mempertemukan "ini" dan "itu" meski tanpa menghasilkan sesuatu.

27 Agu 2011

Megaproyek Angkuh

Dipinggir Rel Kereta Api itu, 3 tahun yang lalu...

Pertemuan yang membicarakan megaproyek itu sudah dimulai. Diikuti kaum-kaum konsumtif berdasi yang mengatasnamakan kebutuhan tujuh turunan. Mereka yang dengan sengaja mengabaikan kebutuhan, pekerjaan, lahan makan dan tempat bagi kaum kecil seperti aku, nenekku dan juga kedua orangtuaku. Bingung, gundah, lemah, dan tak mampu berbuat apa-apa. Sebuah gerakan yang mengharuskan kami menelan ludah pahit yang bernama "Penggusuran".
Jika ada pertanyaan, apa yang ada dibenak kita saat itu? Yang ada hanya pergi tanpa ada pengakuan yang berarti dari mereka-mereka yang rakus akan rupiah.
Yah.., lebih dari 30 keluarga 'kumal' harus menyingkir. Digantikan dengan megaproyek yang lebih tepat dinamakan "Ada Uang Apapun Bisa Kubeli".

Dan hari ini, malam ini, pikiranku terbawa angin kearah 3 tahun yang lalu, ditempat itu. Dimana aku, teman semasa kecilku, tetangga, nenek, dan kedua orangtuaku hidup dengan segala sesuatu yang jauh dari angka cukup. Ditelanjangi kebutuhan yang mau tak mau harus kami lakukan demi berjalan nya roda hidup kami. Berjalan pelan, tertatih, tertagih, dan tak jarang harus menggali lubang menutup lubang. Namun, kehidupan itu terasa landai dan semilir, sejuk. Karena kebersamaan dan kehidupan orang-orang disana yang tak seperti koruptor wahid, jauh dari kata glamour dan metropolitan.

Kini, setelah 3 pergantian kalender itu telah berlalu, semua berjalan seperti keinginan Tuhan. Kelancaran rejeki, tempat, dan lahan makan itu dikembalikan lebih dari 180 derajat, masih lebih dan lebih lagi. Sebuah kamuflase angka yang sulit digambarkan. Maha Agung ALLAH Dengan Segala Kehendak Nya.
Alhamdulillah Wasyukurillah...
Harapanku, semoga apa yang terjadi pada keluarga kami ini juga akan terjadi pada mereka yang bernasib sama dengan kami saat terjadi tragedi tak berdarah itu. Amien, Ya Rabbalallamin.

Kenyalnya Dinding Rahimmu

Tak pernah lelah bibirku kumandangkan suara emasku tuk memanggilmu. Jika tidak begitu, aku malu. Datanglah sahabat perempuanku dengan segala keanggunanmu. Aku selalu merasa nyaman berlindung dibalik kenyal dinding rahimmu. Datanglah kerabat lelakiku dengan kekuatan ototmu. Aku senantiasa terjaga dan terlindungi dibalik kekuatan kekarmu.

Lepaskan semua, jangan pernah kau batasi, jangan pernah kau tutupi. Meski hutan itu lebat, ucapkan salam dan tetaplah ramah menatap setapak walau kita tahu perjalanan kita masih jauh. Ucapkan salam, tetaplah ramah.

Jangan mengeluh tentang rasa haus, karena didepan akan ada air buah cinta kalian. Dan bersyukurlah saat telah mencapai puncaknya, meski keringat penuh basah menghujani kita. Itu kenikmatan, bukan godaan setan.

Tinggal saatnya menunggu separuh janji yang pernah tercuri. Tercuri makhluk indah ciptaanNya yang dulu pernah kau anggap sempurna. Menjelma sesosok tubuh mungil yang lucu dan kelak selamanya menjadi timanganmu.

26 Agu 2011

Tujuh Huruf Milik Kita

Berharap cerah kepada sang mentari, dan langit pun memberi
Berharap sejuk pada sang hujan, dan mendung pun mengaminkan
Sejenak tertegun dibangku yang pernah membuat kita menyatu
Kemana engkau pergi?
"Aku tidak pergi. Aku hanya menyisihkan sebagian perihku agar tak tertimpa juga kepadamu..."
"Aku tak' akan pernah pergi. Aku hanya menyeimbangkan perasaanku agar kelak bisa membawa senyuman untukmu saat aku kembali..."

Ringan membuat kita melayang jika kita bergandengan
Berat akan membuat kita kuat bila kita saling mengangkat
Sejuk mengangguk, damai pun melambai
Menjanjikan selembar rangkuman perjalanan kita yang biru, merah, kuning, putih, bahkan hitam...
Bukankah hidup kita indah dengan berbagai warna?
Sahabat, jangan tepati janjimu untuk sementara
Sebab aku akan mendatangimu untuk menagihnya
Dengan begitu akan mudah bagimu untuk mengingatku

Dan itulah...
Kedatanganmu kesini atas sebuah janji
Kau harap aku memugarnya kembali sebelum semua menjadi usang, berkarat, dan berdebu
Kedatanganmu menyita rasa haru dalam kalbu
Tidak kah dengan air mata?
Tidak!
Karena kita Lelaki, yangg tak punya banyak air mata

Seru sekalian alam jadi saksi atas rasaku ini
Memelukmu hangat tanpa harus mendekat
Menggandengmu erat tanpa harus berjabat
Jiwaku yang letih karena pencarian mu, berbisik...

Datanglah kesini saat kau butuh, pergilah kembali saat kau bosan...
Karena aku hanyalah SEORANG SAHABAT...

Barbie Ranjangku

Ditempat lembab dan gelap itu, aku masih dalam keadaan babak belur setelah bertarung sengit melawan masalaluku. Menukar raga dengan ancaman belati dengan seseorang yang pernah mencuri segalanya dari pelataranku.
Datang perempuan dengan membawa lilin ditangan kirinya dan air putih ditangan kanannya, basah tenggorokan ku...
Dia bersihkan darah lukaku, seraya mengulurkan tangannya dia berkata "Berdirilah karena kamu lelaki, peganglah lilin ini dan berjalanlah di depan ku..." 

Aku sendiri tak tahu dari celah mana dia bisa menyelinap masuk. Tapi aku tetap berusaha tampil segar didepan nya meski dia tahu aku telah remuk dan patah. Tanpa sepatah kata pun aku bisa berucap, karena bibirku masih nyeri, perih...
Dia terlihat cantik dan diam, lembut prakata nya hanya pesan norma. Terus sabar dia menggandeng tanganku, menunjukan jalan keluar dimana ada sinar matahari.
Jauh..., semakin jauh...
Aku masih belum bisa berkata meski lukaku telah mengering dan nyeri berangsur hilang.
Oh iya, maaf... Saat dia menatap ku, aku sempat melihat hujan dimata kirinya dan matahari dimata kanannya. Hujan yang pernah kulihat dimata ibu, dan matahari yang pernah kulihat dimata nenek.

Untuk itukah kodrat nya? Kodrat Hawa? Kodrat seorang pendamping? Tanpa aku harus berkelahi, bertarung lagi? Tanpa ada mahkluk picik yang menggandeng tangannya dan dan mengajaknya pergi meninggalkanku? Tersenyum melihat ku? Senyuman layaknya pencuri yang gagal tertangkap? Tetap aja mahkluk itu pencuri!!

Ternyata benar, dia bukan hanya menolongku, dia juga tak pernah membohongiku. Menyodorkan secarik kertas dan pena, untuk aku menuliskan apa keinginan ku selanjutnya. Berdampingan tanpa alasan, berbagi tanpa janji. Tanpa ada iri dengki dan caci maki. Dan untukmu, kan kuciptakan lagu meski tak terdengar merdu, mewakili kicauan burung di pagi harimu. Kan kuperintahkan mentari pagi menyinarimu, dan kan kuajarkan embun untuk menyejukanmu.
Kaulah Penjawab Semua Misteriku Selama Ini...

Cowok, Cewek Dan Lelaki

Hey Cowok!!! (Bukan Lelaki)
Kamulah lintah orang tuamu…
Yang suka berlindung dibalik jas papa, mobil belian papa, dan kharisma jabatan papa.
Yang suka lewat pintu belakang, dengan helm rapat dan cadar.
Tanpa berani membuka kaca dan penutup muka.
Yang hanya bisa membeli tanpa bisa mencari. Berdompet tebal dari transferan.
Yang suka mencibir anak haram tapi menghalalkan aborsi.
Yang hanya bisa menangis dipelukan mama bila dilanda masalah, layaknya pencuri kecil yang tertangkap dipasar siang tadi.

Hey Cewek!!!
Manjamu yang membuat bibirnya tersenyum dihadapan teman2nya.
Lemahmu yang membuat dia menyombongkan fisiknya
Lubang lembabmu yang membuat dia bertahan.
Paha mulusmu yang membuat dia nggak bosan.
Buah dadamu yang membuat dia memberi dan membelikan.
Cantik wajahmu yang membuat kamu duduk di bangku kiri depan.
Tanpa kau sadari bagaimana hari depan. Hanya pikiran konyol tentang naiknya derajatmu jika kau berdampingan dengan nya kelak.
Tanpa kau sadari bahwa dia hanya butuh tempat pembuangan sperma dimasa lajangnya.

Akulah Lelaki, Akulah  Pendamping!!!
Yang berani melindungi, bukan membeli.
Yang berani terhadap terik matahari daripada berlindung dibalik mercy.
Yang lebih menghargai rakyat daripada pejabat.
Yang lebih suka ombak lautan, bukan kolam renang.
Yang lebih banyak kawan daripada ajudan.
Yang lebih menyukai kopi bukan jus strawberry.
Yang hanya butuh pendamping, bukan pembimbing.
Yang lebih memilih belati daripada pistol, karena pemegang pistol hanya berani perang dari kejauhan.