27 Okt 2012

Jarak Antara Senyummu dan Kebahagiaanku

Masihkah kau tersenyum di tempat itu, Sayang?
Tempat dimana kita mengawali pertemuan
Mengukur diameter bulan dengan berbagai ciuman
Di sebuah taman rahasia, ciuman itu sempat menjadikan kita
sepasang birahi yang melanggar perbatasan dosa
Hingga kini,
Aku masih menghitung jarak antara senyummu itu dan kebahagiaanku
Begitu tipis,
Setipis dinding balon sabun yang kau mainkan semasa kanak dulu

Di kotaku ini, malam hampir buta
Sunyi mulai dipetakan gelap
Suara serangga sedang riuh membacakan puisimu dengan bahasa mereka
Terbahak menertawakan pertemuan tatap kita yang dipastikan tertunda
Juga maut, meloncat lebih dekat dari apa yang kita namai gelap dalam pejam
Kau kabarkan kotamu sedang gerimis
Dengarkan dengan seksama
Ada rintih rinduku yang semakin dingin mencampuri derasnya

Masih ada sisa waktu buatku
Sebelum Subuh, tak ada salahnya jika kulamunkan lagi senyummu
Untuk malam ini saja
Sebagai tambahan penyangga bahu sunyi yang renta
Rinduku juga rindumu
Mereka kelak akan menjadi perih yang mengingatkan
Bahwa jarak adalah tajam belati paling ramah saat menikam
Dengan jarak ini, mari kita selesaikan kesedihan
Senantiasalah tersenyum di kotamu, dan aku akan bahagia di kotaku
Sebab membahagiakanmu, adalah kewajiban yang tak bisa aku wakilkan

16 Okt 2012

Kabarmu dari Sebuah Musim

Aku melibatkan diri ketika senyummu berniat mengecup bulan
Mencuri beberapa kabar yang layak dicemburui bintang
Masih bolehkah kita bertahan mengelabuhi kebahagiaan?
Di dada kita, ada nyala api yang bersikukuh membakar hujan
Tak jua paham bahwa kita hanyalah sepasang hati
Yang lahir dari rahim paling sunyi
Tertinggal diantara ilalang kemustahilan
Diasuh diamnya kata-kata termahal

Lembaran musim membuat langit menyerah
Mencatat embun yang sesekali berputar arah
Matahari siang, gagah menolak karam
Sedangkan kita, gemar tenggelam di telaga kata yang disaring hujan
Dengan jemari buta, taburkan aku sebagai serbuk yang mencampuri darahmu
Hilangku akan kuberi judul larut paling bahagia asal tak mengganggu

Teriakan hening menantang bertarung melawan detik
Suaranya menyerupai desahan waktu yang diwakili jarum panjang
Dua belas angkanya menghitung ulang sebuah kepergian
Sementara kepalaku masih sibuk merayu
Keteduhan yang mengekor pada bulu-bulu matamu
Kedipannya menyamai bayangan anak panah menuju jantungku
Jika boleh kupinta, jangan menyikiti degub selanjutnya
Seperti pagi dan embun yang saling menghangatkan diri
Begitulah seharusnya ingatan dan kenangan saling menghargai

8 Okt 2012

Kekaguman yang Didengar Hujan

Sediam apapun jarak, aku masih mengajakmu menidurkan bulan
Mengulang kebiasaan lamaku
Meniup senja yang menyelinap di matamu
Membersihkan warnanya yang tercecer di keningmu dengan bibirku
Kerap kau katakan
Adegan itu adalah kecupan rahasia yang diajarkan para dewa

Perihal apa yang bisa menjinakkan kekagumanku, Dinda?
Ditubuhku, engkau masih udara yang belum dihisap napas
Desir yang belum ditangkap darah
Juga degub yang belum ditemukan jantung
Dan hanya di bibirmu
Tersimpan senyuman yang tak pernah bisa aku taklukkan

Jika memang esok pagi hujan
Akulah gerimis awal yang ingin tunduk di wajahmu
Warna lain yang menggantikan bedak dan gincumu
Menjelma bening yang mencatat kedipan pertamamu
Agar kau tak lagi mendengar gumam mendung yang menyesal
Sebab lupa mewakili aku memasuki mimpimu
Mengguyurkan kekaguman dalam bentuk hujan

Dan bila engkau masih kuanggap api
Jangan kau bilang ketabahanku seperti kayu, Sayang
Kepada langit, selalu kau pulangkan aku sebagai asap
Kau serupakan aku baling-baling kapal yang menyakiti alur laut
Sedang pelukanmu
Kepal tangan nahkoda yang membabibuta
Sekali lagi aku ingin engkau tahu
Didadaku, masih ada debar ketabahan yang mengkhawatirkanmu