31 Des 2011

Selamat Tahun Baru, Mawar...

Hujan lebat sore ini sempat menciutkan nyali pedagang terompet di pinggir jalan yang berbaris rapi untuk mengais rejeki di akhir tahun 2011. Seperti yang kita tahu, nanti malam adalah puncak perayaan pergantian 2011 ke 2012. Jalanan yang bising dengan sepeda motor tanpa knalpot, suara tiupan terompet yang bersahutan, atau bahkan suara-suara letusan kembang api yang meledak hingar bingar mewarnai langit.

Jauh di sebuah perumahan elite di pinggiran kota, adalah Mawar, yang sedang sendirian di dalam kamar mewahnya sedang online mengutak-atik FB nya. Tak banyak orang yang tahu bahwa FB itu asli kepunyaan Mawar, karena Foto Profile nya adalah gambar kucing. Mawar memang penyuka kucing. Bahkan dibawah kaki kursi dimana dia duduk sambil online, ada 9 kucing-kucing lucu yang tertidur manja seolah tak menghiraukan ada perayaan apa malam nanti. Kucing-kucing yang hampir semuanya dia beli bukan dari Indonesia, harganya pun mencapai puluhan juta. Bukan satu hal yang susah buat mawar untuk membelinya. Bisa dibilang, tak ada belahan dunia yang belum pernah dia singgahi untuk sekedar berlibur dengan keluarga dan pulang membawa kucing kesukaan nya. Mawar pun tak pernah mempedulikan mitos bahwa perempuan penyuka kucing akan susah mendapatkan keturunan. Lagian apa hubungan keduanya??

Tak banyak cerita cinta yang Mawar lalui, tapi dia pernah juga satu kali pacaran yang biasa dilakukan anak-anak SMP. Yaahh.., cinta monyet lebih tepatnya. Dia pernah berpacaran dengan seorang cowok dimasa SMP nya. Cowok itu bernama Kumbang. Kebodohan Kumbang meninggalkan Mawar menurutku adalah hal paling bodoh yang melebihi tindak pidana korupsi. Apa yang kurang dari Mawar?? Cantik, seksi, kaya, lembut, penyayang, meskipun sifat terakhir itu dia tunjukan melalui kucing-kucing nya.

Setelah memasukan password FB nya, dia melihat 2 notifikasi permintaan pertemanan. Setelah dia buka siapa yang memintanya untuk menjadi teman, ada satu akun yang membuat dia tertarik untuk menerima permintaan nya. Akun itu juga bergambar kucing, tepatnya kucing jantan menurut kata hati Mawar, dia yang lebih tau tentang kucing. Inilah mantabnya sosial network yang bernama Facebook, dengan satu kali klik, kita bisa melakukan apa saja. Menjadi teman, mencolek teman, atau sekedar menyukai status teman-teman kita. "Klik" Mawar menerima permintaan pertemanan dari akun yang bergambar kucing jantan tersebut. Tidak lebih dari satu menit, "Makasih yah sudah mau konfirm...:)" tulisan itu masuk ke wall Mawar, datang dari akun yang bergambar kucing jantan tadi. "Iya.. Sama-sama.." balas Mawar datar. "Tahun baruan ada acara kemana nih??" gila, kucing jantan sepertinya mengajak untuk terus berbalas komen. "Gak kemana-mana.." balas Mawar lagi masih dalam tulisan yang datar. Seperti yang aku tulis sebelumnya, saat seseorang menuliskan status, komen, sms, atau bahkan bbm yang sifatnya pribadi pun, kita tidak pernah tahu ekpresi si penulis seperti apa. Maka, tidak salah jika Mawar menyikapinya dengan nada yang cerdas seperti itu. "Boleh aku main ke rumahmu..??" Duuueeeennnggg..., sungguh kata-kata yang terlalu dini untuk dituliskan. Pencet tombol sign out, klik, Mawar offline meninggalkan speak kurang berbobot dari sang kucing jantan.

Mawar kembali meraih salah satu kucing yang berada dibawah kaki kursinya tadi, dia ajak tiduran di tempat tidurnya, dia manjakan, seolah dia ajak ngobrol, bahkan dia seperti bisa bercanda dengan kucing itu. Setengah jam dia bermain dengan kucingnya, mawar beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Seusai mandi dia berniat sholat maghrib karena Ayat-ayat Allah telah berkumandang senja itu. Lima belas menit setelah salam dan wirit, pintu kamarnya diketuk oleh Si Mbok pembantu di rumah Mawar. "Ada tamu non..." Kata si mbok dari luar kamar. "Siapa mbok?? Cewek apa cowok??" sahut Mawar. "Teman nya non tuh katanya, laki-laki non..." Duuaarrr!!! "Bener-bener gila yah!! Ketemu di FB aja diladenin beneran!!" Gumam Mawar malas. Setelah merapikan rukuh dan mukena, Mawar turun untuk menemui tamu yang dibilang Si Mbok tadi.

"Selamat malam, Mawar..." cowok itu melepaskan senyum nya seiring dengan daun pintu yang dibuka oleh Mawar, sambil menyodorkan boneka kucing berwarna pink yang sudah terbungkus rapi. Mawar benar-benar terkejut. Darimana dia tahu kalau Mawar sangat menyukai boneka itu?? "Ini buat kamu, Mawar... Terimalah... Untuk selanjutnya, tanpa kau suruh masuk rumah mu pun aku ihklas... Terimalah..."
"Kamu benar-benar cowok yang jahat Kumbang!!"

"Memang, aku akui, aku adalah cowok paling jahat buat kamu... Dan malam ini, aku berharap air hujan ini bisa melunturkan kejahatanku kepadamu... aku mencintaimu Mawar..."
"Bukan hal yang mudah untuk memaafkanmu, Kumbang..."

"Baiklah kalo begitu, aku akan pulang... Tapi, terimalah dulu boneka ini..." Kumbang menutup percakapan itu lalu melangkah di tengah gerimis malam itu.
Mawar masih tercengang sambil mendekap boneka itu, meteskan airmata, lalu berlari menyusul langkah Kumbang dan memeluknya erat "Aku juga mencintaimu Kumbang..."
Di setiap tetes air hujan di malam tahun baru, selalu saja menawarkan berjuta lembaran baru untuk kita isi entah dengan kebaikan atau keburukan di tahun depan...

30 Des 2011

Apa Yang Aku Tunggu

Kerabat malam yang diundang senja mulai berdatangan menelan matahari. Bersiul menggoda rembulan yang beberapa hari ini memejamkan mata karena takut melihat mendung. Dalam pejamnya mata rembulan, kerlip kunang-kunang seolah berdegub seiring nadiku yang malas. Menyayangkan kepergian matahari yang membawa sekeranjang cahaya terang berbias harapan. Pijarnya kurang jantan akhir-akhir ini. Menyerah pada bercak-bercak mendung yang mengajak teman-teman nya, menyembunyikan timbunan mimpi-mimpi pagi di pembuka hari. Air hujan yang telah terkumpul di celah-celah pelataran, seolah memantulkan cahaya lampu yang tak seterang ruangan kalbuku.

Sahabat, datanglah...
Tahukah kamu bahwa aku sedang berduka setelah kehilangan hal besar dalam hidupku?
Akan lebih hangat jika menikmati segelas kopi yang kita sesap bergantian, meneguk sebotol air putih tanpa cangkir yang biasa aku sediakan, atau sekedar menyalakan rokok dari korekmu yang kupinjam. Mungkin, hanya tawa mu yang bisa memeluk gelisahku, menghisap kesedihanku, dan menahan laju air mata ku. Hadirmu serupa peluru yang bisa menembus jantung sepi ku. Menata kata demi kata, menyeimbangkan rindu yang sempat goyang karena kurangnya pertemuan. Bertanya jawab seputar kehidupan, pekerjaan, keluarga, hingga pacar... Memandang sisa-sisa purnama yang sedang patah hati, menggigil sendiri karena gerhana mengkhianati.
Meja dan kursi yang basah itu adalah saksi bisu kerinduanku...

16 Des 2011

Samar Kudengar Kabar Blitar

Warna matahari mulai berubah keemasan. Warna yang dikumpulkan bukit kecil sejak siang tadi itu seolah mengintip ladang-ladang hijau yang telah terairi. Teduh dan tak menyilaukan mata. Rumput-rumput liar yang tumbuh kerdil di pematang sawah masih tekun menggelitik kaki telanjangku yang berlarian, bercanda dengan sahabat karibku, layang-layang berbenang. Berisik suara padi bergesekan yang digoda sang bayu, seolah bersahutan dengan teriakan angsa-angsa di jalanan berkerikil. Mengantarkan para petani pulang, menyiapkan mimpi untuk panen raya di awal bulan. Gemericik air yang tumpah diantara tumpukan jerami pembatas, memberi warna bening pada aliran sungai kecil yang ku seberangi. Dedaunan mengkilat, menggendong sisa-sisa embun pagi tadi, bergoyang syahdu mengharu disinari cahaya senja. Samar suara adzan dari kejauhan, seakan khusyu' memanggil ku untuk segera ke surau di ujung desa. Kabut tipis berjalan pelan seiring angin sore yang dingin, menjadi alasan utamaku yang selalu saja malas untuk mandi bebersih diri.

Disanalah pembukaan usiaku dimulai. Keteduhan jati tua yang rindang, kerumunan pohon bambu menjuntai hampir ke tanah, jalanan berbatu menuju sekolah, sahut sapa ramah para warga, juga kegelapan setelah maghrib, menjadi teman cengkerama hari-hariku. Disaat naluriku masih suci tanpa birahi, disaat kalbu masih lugu tanpa tabu. Masa yang aku lewati dua puluh lima tahun silam, yang aku tinggalkan dengan pahatan-pahatan prasasti janji yang mungkin belum sempat terselesaikan. Menuju terang kota yang bising dengan klakson mobil-mobil mewah. Dipenuhi belantara gedung bertingkat dengan ketinggian yang sungguh nyaman untuk para patah hati menjatuhkan diri. Tak pernah menghiraukan kesedihan yang bersebelahan. Tak ada kepedulian untuk kesulitan. Tangga kayu berganti dengan lift berjalan, pepohonan diganti dengan beton-beton buatan. Kalimat-kalimat sejuk di paragraf pertama seolah hanya mimpi untuk saat ini.

Jika di izinkan, aku ingin mendengar kabar Blitar...

15 Des 2011

Kalian Telah Hilang

Jujur, akhir-akhir ini aku sudah merasa kehilangan sosok "Kita". Kata "Kita" yang dulu juga terdiri dari kata "Kalian", bukan hanya "Aku" dan "Dia". Semua yang udah kita bangun dengan kebersamaan di dunia nyata selama ini hilang tak tau kemana. Mungkin salah satu penyebabnya adalah adanya aktifitas dunia maya yang akhir-akhir ini menjerat jari-jari kalian. Sebenernya aku sedikit miris melihat hal-hal ngaco yang beredar di Facebook, Twitter, BBM, ato apalah sejenis itu yang berhubungan dengan kalian. Semua saling sindir, saling maki, gak nyambung, saling memojokan dengan tulisan-tulisan yang kita gak tau ekspresi si penulis kayak gimana. Nah ini yang biasanya fatal!! Saat orang lain menulis Status, Timeline, Balas Komen, atau bahkan bales BBM yang sifatnya pribadi pun, kita gak pernah tau ekpresi wajah si penulis kayak gimana. Dari situ kalo kita gak cukup hati-hati dalam mengartikan, jatuhnya pasti salah paham. Padahal kalo kita raba isi otak kita, apa sih arti semua itu buat kalian?? Kalian nemuin kepuasan di dalam situ?? Enggak kan?! Plis lah..., aku yakin kalian adalah manusia-manusia luar biasa yang diciptakan tuhan dengan kemampuan berfikir atau bahkan justru SDM yang sangat luar biasa, JAUH DIATASKU!! Kenapa kalian melakukan hal-hal yang menurutku "bodoh" seperti itu??

Ayo berfikir lebih jernih lagi temans!! Aku yakin, kalian masih ingin kita tertawa ramai-ramai lagi seperti dulu, makan-makan bareng, karaoke bareng, sharing bareng, ngadain event gedhe bareng-bareng. Aku yakin, dalam benak kalian masing-masing masih sangat menginginkan hal-hal besar dan mengesankan diatas itu terjadi lagi diantara kita. Sumpah, aku masih bener-bener menginginkan masa-masa itu ada lagi. Ide-ide kalian sangatlah briliant, terlebih jika kalian tuangkan dalam hal-hal yang lebih positif. Jangan kalian hancurkan hanya karena sesi pencitraan dunia maya yang gak jelas ending nya. Aku yakin kalian bisa berfikir jauh lebih hebat dari aku, bahwa kita bukanlah sosok manusia yang hanya berani bersembunyi dibalik Foto Profil, Status Facebook, Timeline dsb. Aku yakin kalian adalah sosok-sosok pemberani dalam hal apapun. Menyikapi perbedaan, perselisihan, bahkan silang pendapat yang terjadi di dunia nyata sekalipun. Jadi ayo, kita hilangkan semua hal yang pernah menjadikan kita salah faham terutama yang bersumber dari dunia maya, aku ajak kalian berfikir jernih dan lebih jernih lagi. Apa sih arti jutaan follower kalo kita sendiri gak asyik di dunia nyata?? Apa sih arti ribuan teman Facebook kalo kita gak bisa membuat mereka salut ama kita tentang pemikiran-pemikiran kita?? Kita bukan golongan ABG Ababil yang punya pemikiran bahwa dengan dia marah-marah di Sosial Network, orang bakal ngira kalo dia cerdas dan tegas. Dengan memasang quote-quote mantab, orang bakal nyangka kalo dia hebat, padahal copas. Tunjukin pada orang-orang sekitar, terutama diri kita sendiri, bahwa kita adalah manusia-manusia sederhana dengan daya fikir hebat yang gak butuh pengakuan dari dunia maya.

Sebelumnya aku minta maaf jika kalian ngerasa dengan tulisan ini aku menggurui kalian, dan aku yakin tak ada satupun dari kalian yang berfikir dangkal seperti itu. Sekali lagi aku bilang, tulisan ini aku buat karena aku udah kehilangan sosok KALIAN yang dulu pernah menyatu dalam komunitas KITA. Komunitas yang terdiri dari AKU, DIA, MEREKA dan KALIAN. Memang aku gak kehilangan kalian secara komunikasi, tapi aku kehilangan sosok. Bahkan aku kehilangan pemikiran-pemikiran kalian yang dulu pernah aku saluti. "Perbedaan pemikiran itu wajar, tergantung bagaimana kita menyikapinya dengan pemikiran yang cerdas". Kalian pasti udah sering baca quote di atas. Jadi plis.., sikapi tulisan ini dengan pemikiran kalian yang dulu, bukan yang sekarang. Ayo, kita buang jauh hal-hal missing yang pernah membuat kita "Jauh", apalagi sumbernya dari dunia maya.

Ada atau gak ada kalian di dunia nyataku, aku tetap salut ama kalian.
Sparatos...

12 Des 2011

Pelukanmu, Musim Dingin Yang Megah

Kepenatan sore mulai menyerah pada senja yang murung. Kemurungan yang dikarenakan hujan mengurungkan jadwalnya menyinggahi bumi malam ini. Namun, ada adegan sakral pada episode awal. Ranum warna langit malam ini digenapi dengan ayu purnama yang tersunting gemintang. Dikawal segenap kerabat kayangan yang menabur milyaran bunga-bunga surga. Disaksikan genangan-genangan air di celah-celah pelataran, jejak hujan siang tadi yang memercik disetiap kaki. Diwujudkan senyum rembulan yang berjatuhan di beranda malam. Meninggalkan bercak-bercak putih, pantulan sinar dari selendang bidadari kayangan yang melangkah gontai melambai-lambai.

Pemandangan itulah yang sempat menghentikan keinginanku menghisap sari-sari rindu yang sudah mulai berbau anyir. Anyir darah yang keluar dari luka bekas tikaman masalalu yang pernah kau reka-reka. Kau lumuri gula-gula janji, namun hanya ada kegagalan setelah ku kuliti. Aku sesalkan, kenapa aku harus mempercayai senyumanmu yang pernah gagal kumiliki. Memaafkan kesalahan-kesalahan yang masih meninggalkan denyut di rahang-rahang hati. Memadamkan kilauku yang dulu terang menyala, menggantinya dengan remang harapan yang tak lagi mampu menghalangi gigil peluk ku. Menjadi tirai penutup untuk masadepan yang lebih cerah, saat itu, dan mungkin seterusnya...

Beruntunglah masih ada jeda yang mudah tereja mataku. Terkirim dari musim dingin yang megah, membekukan airmataku, dan menguatkan kembali sendi-sendi semangatku. Musim dingin itu menjatuhkan mahkluk serupa hawa yang setia menemani adam, tepat disebelah pembaringanku. Mengisi rongga-rongga jariku dengan jemarinya, mengusap kucuran peluhku dengan senyuman-senyuman nya. Mengahangatkan Kalbu ku dalam dekap eraman anggun yang membuatku nyaman tenteram. Memapah semangatku yang sempat terhuyung-huyung membawa sekarung tanda tanya yang tak pernah terjawab. Mengumpulkan airmataku yang berserakan, dia titipkan kepada mendung, agar terbuang bersama hujan. Menyumbat jalan nya arus kesedihanku yang sempat mengalir deras, liar, tak tahu kemana. Kepandaian nya sungguh seimbang, serupa degup jantungku, pelan namun pasti. Selalu ada seiring nafas yang terhembus dari rongga paru-paru ku.
Aku menyerah pada keinginan nya membuang sekat batas pelukan dan ciuman antara kita berdua...

11 Des 2011

Prosa Dungu Untuk Rindu

Hawa dingin di musim penghujan malam ini mulai menyapa kulitku.
Memapah ingatanku menuju keterasingan waktu dimana aku masih menjadi tong sampah atas segala kesedihan-kesedihan mu.
Lembab air hujan sepertinya sengaja membawa parasmu mengitari ruang kenangan yang sebelumnya telah terkunci rapat.
Paras yang pernah memiliki senyuman melumpuhkan, itu kata hatiku, dulu...
Sebelum ego pengkhianatan menyeretmu untuk mengundurkan diri dari ranah kebersamaan untuk menggenapi keganjilanku.
Bangku dingin yang mulai lapuk seolah menyempurnakan kenangan usang, tempat dimana kita pernah menghabiskan cerita diujung pagi.
Pada paragraf pertama, serangga malam tak pernah lupa menyumbangkan nyanyian-nyanyian nya untuk kita tuliskan.
Mengumpulkan rindu-rindu yang berserakan.
Menikmati cembung korneamu yang terkadang susah tereja.

Menuliskan kisah itu dimalam dingin ini, sama halnya mengihklaskan airmata ku mengendap-endap dari mata menuju pipi.
Menetes, pecah, memercik tak berbentuk.
Menyelimuti subuh dengan aksara tak terjawab.
Mengendarai imajiku untuk mengikuti jejak-jejakmu.
Lunglai menggenggam asa yang tak tahu harus kubuang kemana.
Mungkin bagimu, kerinduan ini hanya kau anggap segenggam garam yang kusebar ditengah lautan.
Atau bahkan, layaknya sebutir embun yang jatuh kebumi.
Karam tak berbekas, lenyap tanpa balas.
Sekumpulan rindu ini pun habis dilumat airmata tak bersuara diujung letihku.
Airmata yang pernah menemani semangatku mencari kebahagiaanmu, yang kini telah kau hirup dari nafas dia.
Kenapa rindu masih saja berterbangan di bilik hati?
Tidak kah dia temukan jalan untuk pulang?
Selalu saja begini!!
Mereka berdansa didalam ingatan, berlatar belakang malam yang di dinginkan hujan. Pulanglah!! Ada banyak hati kasmaran yang menunggumu diambang pintu.
Rindu berkata, dia kangen kamu...
Kangen berkata, dia rindu kamu...

10 Des 2011

Rembulan Dalam Dekap Gerhana

Pelataran galaksi langit berkabung, gelap merona untuk kesedihan rembulan malam ini. Rembulan sedang malu. Sejak senja melewati batas peran nya sore tadi, rembulan sengaja mengurung diri karena dikhianati janji gerhana. Mungkin, dia sedang menangisi janji-janji yang selama ini dia pelihara, lantak terbakar matahari siang tadi. Wajahnya terlihat pasi memucat terbalut jubah hitam gerhana yang perkasa. Pelukan jahat gerhana memaksa dia harus kehilangan cahaya yang selama ini membuatnya nampak anggun di medan langit. Dengan sengaja, keperkasaan gerhana merebut paksa segala yang dia punya.

Tanpa alasan pasti, mengapa gerhana melakukan adegan tanpa episode ini. Adakah janji-janji yang pernah mereka ucapkan dan belum terselesaikan? Hasratnya mulai dibakar birahi dalam sekumpulan api rindu yang berkobar, mulai kehilangan kadar waras. Melapisi emosi dengan ciuman-ciuman gusar tak beraturan. Melampiaskan kesumat benci yang juga pernah dia lakukan kepada matahari.

Untuk malam ini, kesetiaan bintang kembali dipertanyakan. Kenapa dia nampak kerdil dengan segala ketidakmampuan nya? Diam membisu, beku mengabu. Menyaksikan rembulan yang masih basah dengan tangisan-tangisan. Berdiri tersisih diantara bahu langit yang bersih. Berasap, hatinya telah mendidih direbus cemburu. Dialah yang seharusnya bertanggung jawab atas segala bentuk keindahan yang menghiasi pelataran galaksi. Menatanya dengan hati-hati agar tidak saling menyakiti.

Semoga petir tidak sedang malas untuk berteriak memanggil hujan...
Karena hanya hujan yang pandai mendamaikan dan menyamarkan airmata...

6 Des 2011

Sajak Aroma Tanah

Lidah langit kembali meneteskan liur hujan, seolah memberi intro panjang berkesedihan pada dingin malam yang belum seberapa larut ini. Ribuan rintik air diluar sana seakan mengintip ku dengan rasa iba. Padahal siang tadi, aku dengar langit bercengkerama mesra dengan matahari. Dia ingin memeriahkan pelataran nya malam nanti, menggoda kecantikan purnama, dan membiarkan bintang dikeringkan api cemburu. Secara diam-diam, rindu ku seolah bernyanyi samar pada ujung hening yang membasahi bumi. Menjebak ku dalam baris kata yang sesak, menyesatkan aksara dalam perenungan hasrat yang pernah ditaklukan ayu parasmu. Kali ini aku menyerah pada kesedihan yang bertamu di ambang hati. Kaca jendela yang mengembun seolah menerjemahkan senyum kemenanganmu atas kecemasanku menimba kenangan dulu. Memayungi jejakmu agar tak mudah dihapuskan sang hujan, menyimpan warnamu agar tak mudah dikalahkan pelangi. Belajar menjadi pencuri waktu untuk sekedar menanyakan kabarmu, meski tak berbentuk sapa dan cerita.

Di balik jendela, langit masih menangis dalam bentuk jutaan rintik yang berjatuhan. Sengaja mengetuk pintu rumahku, berharap aku membukanya, dan seolah meminta ijin untuk sekedar menangis bersamaku. Beberapa patah dia berkata dan bertanya "Purnama mengkhianatiku malam ini, untuk kesekian kalinya dia tidak datang lagi menghiburku... Benarkah esok akan ada pelangi?? Bolehkah aku berdiam disini?? Menemanimu dan turut serta menikmati aroma sajak mu??" Terbaca dalam urat wajahnya, tak terselip sedikitpun gairah untuk tersenyum, menciptakan alunan nada tanpa irama yang hanya terhembus di sela-sela nafasnya. Wajahnya memucat biru, membisu. Dalam nanar pandangan matanya, aku melihat rindu yang sudah membeku. Memutar kenangan yang telah mereka lalui bersama pada malam-malam sebelumnya. "Untuk apa kau berdiam disini jika hanya ingin menyatukan sedih dalam cerita rindu?? Pergilah... Kamu harus melukiskan bentuk pelangi untuk esok hari..." Ucapku padanya agar dia mau pergi dan tetap menunggu kehadiran purnama, mengabadikan nya dalam lamunan-lamunan yang masih berselaput dara, murni dan belum terjamah kejahatan-kejahatan.

Memayungi jejakmu agar tak mudah dihapuskan hujan...
Menyimpan warnamu agar tak mudah dikalahkan pelangi...

1 Des 2011

Rindu Beku Kian Membatu

Hening ini mulai mengabut dan menyamarkan pandanganku
Tapi ingatan tentangmu, masih saja membias jelas diantara ketidakmampuan yang lemas
Seperti keinginan untuk menarik lagi selimut di perbatasan pagi
Terkadang, sayu wajahmu bertamu dihadapku terbawa purnama
Menghentikan denyut nadi yang mulai sehat berdetak
Meninggalkan ludah perih yang selalu mencair dan membuat kalbu menggigil
Kemana lagi aku mencari matamu yang setebal buku
Dimana banyak hal bisa mudah terbaca dan dipelajari
Atau justru banyak cerita roman yang tak berakhir tenang

Selembar bait rindu ini untukmu...
Dijejali sedikit hampa yang menggema di setiap sudutnya
Tenang mengambang, siap terisi dan tegar menanti
Akrab dengan airmata yang selalu mengaliri kejujuran nurani
Membangunkan kenangan atas nama keinginan untuk saling mencintai dan menghargai
Menanti pedulimu menuliskan harapan, untuk mencairkan rindu beku yang kian membatu
Seperti sajak yang tak lagi bertegur sapa dengan tanda baca nya
Hanya berisikan tanda tanya yang belajar merangkai kekuatan untuk sebuah kata perpisahan