28 Jan 2014

Sebab Engkau

Saat matamu sembab diadili tangis, seketika aku ingin menjadi pagi yang melupakan gigilnya sendiri. Menjadi tubuh yang lebih tabah, sebab ada tanya yang butuh jawab ketika kurangkum sekujur jelitamu yang terbungkus hijab.

Engkau penggenap yang layak dianggap.

Aku suka aroma sore itu. Wangi gelagat malu yang dibahasakan matamu, terbingkis rapih kain merah muda bernuansa perempuan yang sedang berdoa. Menyajikan sebongkah sajak yang layak terpahat oleh debar dadaku. Kurenungkan dengan sebentuk gemetar dan angan, bagaimana jika kutuliskan empat buah haiku di punggung tanganmu.

Engkau tunggal yang tak pantas ditinggal.

Jika saja ada selusin pagi yang harus kupilih, aku menunjuk sebelas mereka yang terbit membawa wangi rambut dan halus keningmu. Biar saja bangunku terlihat lancang, seperti amin yang terucap sebelum doa itu terdengar. Maka meledaklah, ramu malumu menjadi warna-warni lampion yang digemari mata para bocah.

Engkau sunyi yang mahir bernyanyi.

Tak perlu menjadi luar biasa, sederhanamu saja cukup mempesona. Yang aku tahu, enam puluh menit bukanlah satu jam untuk aku mengatakan itu di depanmu. Sebab debar di dada sibuk bertanya, mengatakan yang seharusnya atau menikmati beliamu saja.

Engkau sekarang yang tak butuh kemudian.

22 Jan 2014

Aku Pernah

Aku pernah menjadi Indra;
Duduk tertegun sendirian di Food Court Tunjungan Plaza. Bersama Rani, Indra pernah menghabiskan beberapa jam waktunya. Tepat di bangku itu, bangku berhadapan di depan Nasi Goreng Mama, dengan percakapan dan tawa seadanya.

Aku pernah menjadi Indra;
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, melihat photobox Delta Plaza lantai dua. Di dalam box itu, pernah ada beberapa pose lucu, konyol, yang diperagakan Rani dan Indra di depan kamera. Sampai saat ini, photo itu masih tersimpan rapi di sebuah pigura, di atas meja kamar Indra, di dekat jendela.

Aku pernah menjadi Indra;
Memandang dari kejauhan kantor polisi Tegalsari, lalu meneteskan airmata. Di sana, Indra pernah diciduk polisi gara-gara berkelahi ketika sedang mabuk, dengan sekelompok pemuda yang menggoda Rani. Di kantor polisi itu pula, semalam suntuk Rani menolong dan menemani Indra.

Aku pernah menjadi Indra;
Berusaha sekuat mungkin untuk tabah, saat membuka Recent Update BBM, ada Rani yang memasang photo dengan pacar barunya. Statusnya pun "Selamat tidur, Sayang, terimakasih untuk malam ini". Sempat ada pertanyaan dalam hati Indra "Mereka habis kencan kemana?".

Aku pernah menjadi Indra;
Dadanya sesak ketika melihat Wall Facebook Rani, dan membaca kata-kata mesra yang dikirim pacar barunya.

Aku pernah menjadi Indra;
Menyiksa diri dengan memutar lagu Bertahan-nya Rama, Denting-nya Melly, Cinta Putih-nya Kerispatih, dan lagu-lagu sedih lainnya ratusan kali sambil stalking akun twitternya Rani. Indra sering melakukan hal itu hampir tiap malam. Walaupun terkadang, ada beberapa percakapan yang membuat hati Indra sakit. Ya, percakapan Rani dengan pacar barunya.

Aku pernah menjadi Indra;
Yang tak tahu harus kemana setiap malam Minggu. Biasanya, pukul tujuh malam Indra sudah berangkat dari rumah untuk menjemput Rani. Membawa sebungkus Terang Bulan atau Martabak kesukaan Mama Papanya. Selanjutnya, mereka menghabiskan Sabtu malam dengan teman-teman, tak jarang juga berdua.

Aku pernah menjadi Indra;
Seketika berdebar ketika berada di belakang cewek berambut panjang, mengendarai Mio putih, memakai helm Hello Kitty dan mengenakan sweater warna merah. Sosok yang menyerupai Rani.

Aku pernah menjadi Indra,
Sering menangis sebelum tidur, teringat beberapa kejadian yang ia alami bersama Rani, 2 tahun terakhir ini.

Dan malam ini aku telah menjadi Indra;
Mendengarkan curhatan Indra, yang dua bulan lalu putus hubungan dengan Rani. Sebisa mungkin memberi solusi, atau berbagi pengalaman yang mampu membesarkan hati. Mendoakan kebaikan Rani, kebahagiaan Rani, dan tetap bersikukuh untuk menjaga cintanya untuk Rani.