23 Jul 2013

Akrostik Menuju Kota Kekasih

Fusta sederhana ini disediakan oleh punggungku
bergoyang mengambang menampung purnama baru
dipaku janji keramat untuk mengantar tubuhmu sebelum takbir
memboyong benih puisi yang akan tertanam sebagai anyelir

Inang senyummu bersiul menidurkan gelombang
kecipak jemari mencubit air menyerupai suara ciuman
serak kidung pertemuan mengalun
mengubur kata sudah untuk cinta yang dimakamkan tanpa bunga kabung

Kita tak lagi gelisah pada jarak dan ombak
setelah lautan lengang di depan tergambar,
palungmu adalah akhir tujuan dari segala yang kulabuhkan
merayakan bulan madu di jantung kota yang tak memiliki siang

Akan tiba kita di pelabuhan tanpa suara
menghirup segarnya kelopak krisan
bulan meleleh melumasi kulitmu
lalu kita utuh menjadi sepasang warna yang dinikahkan senja

21 Jul 2013

Kolak Pisang di Cangkir Plastik

Aku menata sajak ini dari bulu-bulu halus yang tumbuh di tengkukmu
kureka sedemikian rupa,
agar ia bersedia menjadi sayap yang mengantarku ke telingamu sebagai doa

Betapa kubayangkan, satu sore menyilakan kita menukar bayangan
Senja berencana membongkar kenangan
lalu kita, melengkapi khusyuknya cerita berbuka puasa

Tak perlu istimewa
seperti datangmu yang sederhana
namun bisa membuatku punya debar yang luar biasa
Kolak pisang di cangkir plastik,
digenapi beberapa helai roti tersuap dari jemarimu yang lentik

Warna langit mulai meranum setara bibirmu malam itu
dingin menaburi percakapan dari sungging-sungging temu
menambah warna kenang pada keningku
menjadikanku keringat yang pantang tercuci dari saputanganmu

Kita masih berada di satu langit, Fika
Perihal tatap mata yang kerap dibatalkan,
pertemuan bibir yang sering digagalkan,
juga genggaman yang selalu menemukan ganjal,
anggap saja ini sementara peran
agar jarak punya dongeng yang bisa kita tertawakan

Malam itu, aku melihat Tuhan tersenyum di sepasang alismu dengan arah terbalik.

19 Jul 2013

Rindu Belum Siuman

lelah ini mengajakku pulang searah angin
guru terbaik yang mengajariku mencintaimu dengan cara yang rutin
seketika udara senyap murung
pikiranku sedang diayun kelopak senyummu yang anggun
sekelompok camar menabrak mendung dengan paruh tergulung

apakah ini pertanda rindu, Fika?
tanyaku tak dijawab cuaca
masih terlalu belia jika aku harus berjalan dengan kaki telanjang
sedang kerikil tajam di depan sana,
pandai membentak ingatan dengan tajam yang masih rahasia
napasku runtuh menopang usia
dipukul sabar buatan yang gagal mengajakmu rebah di satu beranda

sesekali aku ingin menyambangi matamu dengan matahari lain
mata yang pernah membuatku suka menuliskan kata saling pandang
yang punya kedipan santun mewakili gerak rembulan
namun pagiku selalu pucat sewarna rindu yang tak kunjung siuman

ini sore keramat
meluap bercampur warna kutukan yang pekat
aku mabuk aroma kerudung itu
jika malam nanti tak diracuni cemburu
sempatkan waktu untuk mendengar doaku yang merayu hijabmu

17 Jul 2013

Salamku Disampaikan Sore

kelopak senja mulai terbuka
kalimat ini hanya menjadi geming, ketika rindu menjadi penguasa kahar di kepalaku
menghunus matamu yang kerling, senyummu yang bening
bulu mata yang menyaput cuaca,
juga kedipan yang seolah membuka tirai surga
seluruhnya, sedang akrab dengan ingatan yang menempuh sejarah di setapak jelita

tak seperti puisi yang belum sempat kau beri judul lalu kau hilangkan, Fika
aku meminjam paruh angsa untuk melubangi jantungmu yang tembaga
membaca debarmu yang sederhana,
merapatkan bibir dan kening yang gelisah
dibatasi jarak ratusan purnama

musim tak juga membaik, aku semakin kerdil
lidah kita beku, melumat getir ludah di lidah masing-masing
tak ada lagi waktu untuk aku tertidur di semak-semak
mendamaikan dada yang tak kunjung diziarahi peluk
mendengar hembus yang didongengkan napasmu
hingga jarak ini tak terasa asam melukai lambung temu

9 Jul 2013

Bulan Tanpa Perkara

Detak-detak kian pekat dalam ingatanmu
Seperti langit mengantar gerimis malam ini

Waktu masih saja serakah,
dikumpulkannya ingatan-ingatanmu dalam sebuah toples
Kemudian menjualnya dengan harga yang tak dapat kau beli

Kandang tua itu adalah kepalamu
Perawan suci yang melahirkan rindu dari sebuah janji
Sang juru selamat meski tak beralamat

Tatapanmu telah jauh, tiga purnama telah tuntas kau bunuh
Namun tak kau temukan cara menjerat bayangan


Ini hari pertama di bulan penjara
Nafsu semakin dingin,
digarami asin keringat yang dikeringkan angin

Suara langkahmu semakin jauh
Menginjak tanah penghasut arah,
mengayun sesat meninggalkan kenang yang basah

Engkau telah menggenggam tawa kita
Menjadi selir yang mendamaikan tangis,
mengibas kipas lamban agar semilir angin bisa kurasakan

Sementara aku telah terkafan rindu tak kenal habis
Terpejam di gelap yang bengis
Menyeberangi abad yang pernah membungkus kita dalam Absurditas Romantis


Kolaborasi puisi oleh @sedimensenja dan @penagenic