30 Des 2011

Apa Yang Aku Tunggu

Kerabat malam yang diundang senja mulai berdatangan menelan matahari. Bersiul menggoda rembulan yang beberapa hari ini memejamkan mata karena takut melihat mendung. Dalam pejamnya mata rembulan, kerlip kunang-kunang seolah berdegub seiring nadiku yang malas. Menyayangkan kepergian matahari yang membawa sekeranjang cahaya terang berbias harapan. Pijarnya kurang jantan akhir-akhir ini. Menyerah pada bercak-bercak mendung yang mengajak teman-teman nya, menyembunyikan timbunan mimpi-mimpi pagi di pembuka hari. Air hujan yang telah terkumpul di celah-celah pelataran, seolah memantulkan cahaya lampu yang tak seterang ruangan kalbuku.

Sahabat, datanglah...
Tahukah kamu bahwa aku sedang berduka setelah kehilangan hal besar dalam hidupku?
Akan lebih hangat jika menikmati segelas kopi yang kita sesap bergantian, meneguk sebotol air putih tanpa cangkir yang biasa aku sediakan, atau sekedar menyalakan rokok dari korekmu yang kupinjam. Mungkin, hanya tawa mu yang bisa memeluk gelisahku, menghisap kesedihanku, dan menahan laju air mata ku. Hadirmu serupa peluru yang bisa menembus jantung sepi ku. Menata kata demi kata, menyeimbangkan rindu yang sempat goyang karena kurangnya pertemuan. Bertanya jawab seputar kehidupan, pekerjaan, keluarga, hingga pacar... Memandang sisa-sisa purnama yang sedang patah hati, menggigil sendiri karena gerhana mengkhianati.
Meja dan kursi yang basah itu adalah saksi bisu kerinduanku...