23 Jun 2012

Matamu, Sepasang Cahaya Aksara

Matamu, sepasang cahaya aksara
Menuang kantuk yang lenyap diantara gelap
Aku, mimpi yang belum sempat kau tidurkan
Padahal sore tadi, aku sudah lelap dikaki surga
Seberapa berani bahagiamu diadu?
Dadaku masih menjadi pengingat yang hebat
Hingga sekarang, pelukanmu saja masih ia hafalkan

Matamu, sepasang cahaya aksara
Menjadikan kaki duka lumpuh meluluh
Padamu, muasal bahagia yang tak pernah kuterka
Suguhkan mahkota gemerlap, pias dari segala harap
Menguasai kepala, hingga ke dada-dada
Berdiamlah diantara jantungku
Lalu rasakan, segala degubmu yang aku pinjam

Matamu, sepasang cahaya aksara
Airmata pernah berkubang lesu pada kelopaknya
Terkadang kau jatuhkan dengan tiba-tiba
Aku menjadi bulu mata yang ditenggelamkan dingin basahnya
Di setengah perjalanannya membelah pipi
Aku tak pernah mengamini wajahmu yang memucat pasi
Jika kau urungkan tangismu lagi, kuselesaikan selembar puisi

10 Jun 2012

Siapa?

"Senja dan perdebatan telah usai. Kesimpulan pun terbentuk; dua orang diantara kita yang lebih dulu mencintai adalah kamu dan aku"
Sebelumnya saya pernah ngetwit kata diatas, tentang senja dan perdebatan dengan perempuan yang saya cintai dan mencintai saya. Entahlah, kenapa kata senja selalu terbesit dalam pikiran saya saat menatap matanya.

Suatu malam yang belum terlalu larut...
Saya dan dia sengaja mengawali istirahat agak sore. Dengan suasana malam yang belum terlalu menua, gerimis terlalu cekatan untuk mengirim udara dingin. Dalam satu selimut, kita berbaring saling berhadapan. Tangan kita saling menggenggam, mata kita saling bertatapan. Saat itulah saya menemukan senja dari matanya. Dan saat itu juga dia memcahkan hening dengan bertanya lirih "menurutmu, siapa diantara kita yang lebih dulu mencintai?" Dengan penuh kejujuran saya menjawab lirih pula "aku..." Dia mengerutkan kening, lalu tersenyum "salah..., aku yang lebih dulu mencintaimu..." Saya sempat diam beberapa detik setelah dia mengucapkan kalimat itu. Sebelum saya menanyakan alasannya, dia sudah menjawab lebih dulu "diantara Adam dan Hawa, sangat lucu jika Hawa diciptakan lebih dulu sebelum tulang rusuk Adam terbentuk" satu alasan yang cukup bisa saya terima.

Lalu, dengan apa saya memberi alasan tentang jawaban saya? "terserah jika kamu punya anggapan seperti itu, yang jelas, aku yang lebih dulu mencintaimu" ucap saya dengan dasar kejujuran saya. "salah, aku yang lebih dulu..." "aku..." "aku..." "aku, aku..." perdebatan kecil itu berhenti saat tangannya menjamah pipi saya sambil dia berkata "berarti kita saling mencintai..." tawa kita pun tumpah diatas pembaringan tanpa kita harus berpikir bagaimana cara kita membersihkannya esok. Yah..., esok memang selalu tidak pasti, sayang... Jadi, ada baiknya jika esok tidak mengganggu pikiran kita untuk menikmati hari ini sepenuhnya. Dan kesimpulan pun terbentuk; dua orang diantara kita yang lebih dulu mencintai adalah kamu dan aku. Satu lagi, kita tak akan pernah ingin berpisah meski kita sering bertengkar tentang siapa diantara kita yang lebih dulu mencintai.

4 Jun 2012

(p)Ending

Dalam kehidupan, selalu ada ruang yang bernama "Kesalahan". Ruangan yang disediakan Tuhan untuk mempertemukan kita dalam satu kata "Memaafkan". Namun, apakah kita harus memasuki ruangan itu dengan paksaan dan dorongan Fitnah? Seperti yang kita tahu, adzab Allah tetap berlaku untuk kata itu. Berawal dari fitnah yang tertuju ke salah satu anggota keluarga saya. Satu-satunya hal yang terjadi pertama kalinya pada anggota keluarga saya sejak saya lahir. Fitnah yang berawal dari drama kuno yang bernama "SMS TERROR". SMS yang terkirim pada 2 orang; yang selama ini menjadi gebetan sahabat saya. Yang perlu saya tandaskan, sejujurnya drama ini tidaklah menjadi permasalahan saya seutuhnya. Yang mengharuskan saya masuk didalamnya adalah, dorongan fitnah yang tertuju pada anggota keluarga saya. Padahal jika ditelisik sampai ujung dunia manapun, sama sekali tidak ada modus apapun jika keluarga saya melakukan hal itu. Para sahabat dan orang-orang baik disekitar saya, bisa menjadi saksi atas statemen saya ini. Jawaban mengerucut kepada satu orang. Saya dan orang-orang baik disekitar saya tidak main-main dengan jawaban itu. Ada dalih tersendiri kenapa kita punya jawaban itu, tidak asal beropini. Disertai bukti-bukti kuat dari para korban dan bukti-bukti lain yang kami kumpulkan dari masalalu yang menimpa orang-orang disekitar pelaku (yang pada awalnya saya tidak mempercayai hal itu). Dan satu orang jawaban itu notabene punya hubungan "entah apa" dengan dengan sahabat saya. INI HARUS DIUSUT!! Kata hati saya saat itu juga, beberapa detik setelah saya mendengar dan membaca pernyataan yang seolah-olah anggota keluarga saya tertuduh atas tindakan bodoh ini. Sekaligus untuk memastikan kepada semua orang tentang statemen saya bahwa, tidak ada modus apapun jika keluarga saya melakukan tindakan bodoh semacam itu. Kita berkumpul dalam satu forum sederhana, saya, anggota keluarga saya, dan beberapa orang baik. Saya buka perbincangan dengan berbagai pertanyaan yang saya lontarkan kepada sahabat saya yang punya gebetan, yah... meskipun dengan jawaban yang berbelit-belit. Ada 2 hal paling lucu dalam pertemuan ini. Pertama: Seorang pelaku yang menjadi jawaban saya dan orang-orang baik di sekitar saya itu mengaku kalau dia juga di teror dengan sms yang sama. Kedua: Seorang pelaku yang menjadi jawaban saya dan orang-orang baik di sekitar saya itu menolak dipertemukan dengan ke 2 korban untuk di Sumpah, entah itu atas nama Al Qur'an atau hal yang menurut kita mujarab sebagai umat Muslim. Perlu diketahui, sumpah semacam itu adalah permintaan sahabat saya (yang punya gebetan). Mendengar 2 pernyataan itu, saya sempat hanya tertawa dalam hati. Fikiran saya sih sederhana, saya menganggap pernyataan pertama tersebut hanya sebuah alibi untuk mencuci nama pelaku. Bagaimana dengan pernyataan kedua? Cukup mudah ditebak. Setelah mendengar ke 2 hal lucu tersebut, sesegera mungkin saya mengakhiri forum dengan alasan yang amat sangat mudah untuk ditebak. Yah..., sudah terlihat jelas siapa pelaku yang memainkan drama kuno ini. Saya ambil kesimpulan sederhana dari masalah ini. Pertama; "Mungkin, di mata pelaku, saya dan keluarga saya adalah orang miskin, orang kalangan bawah, yang mudah dibodohi begitu saja. Tapi hal ini tidak berlaku buat Tuhan. Dan saya tidak perlu bersusah payah mengklarifikasi hal ini dengan Tuhan. Bukankah Tuhan Maha Melihat, teman?". Yang kedua; Ada lubang besar yang tidak mungkin saya tabrak lagi, lubang yang dulu pernah ditunjukan oleh orang-orang baik kepada saya dan saya tidak mempercayai, karena lubang itu tertutup begitu rapi. Sekali lagi, saya dan keluarga tidak akan melewati jalan yang berlubang itu".