13 Des 2012

Selamat Ulang Tahun, Bagian Tubuhku

sebelum beberapa kata ini kuketik, setengah jam yang lalu aku mengecupmu
ucapan "Selamat Ulang Tahun" tadi hanyalah caraku mencuri beberapa kata dari tubuhmu
karena sesungguhnya puisi ini ditulis sendiri oleh aortamu yang kerap menghubungi pikiranku

kedipanmu;
keajaiban terbaik yang dihadiahkan Tuhan
kubayangkan barisan tirai yang dibuka bidadari di pagi hari
mengirim sejuk bagi jantungku
dimana aku mulai percaya bahwa ada senjata yang kedap suara
dan satu-satunya mata yang lumpuh karena itu, ialah mataku

matamu;
sepasang musim yang bergerak seirama
ada hujan, salju dan dingin-dingin berbentuk lain
taman yang beraroma seribu bunga
titik kumpul kata-kata
yang tak pernah bisa kubaca dengan sekali eja
atau bisa saja,
rembulan besar yang lebih puitik dari purnama

alismu;
lengkung sabit maha tajam
tempat kesedihan dimakamkan dan bahagia dimekarkan
ketika keduanya kau angkat
aku bisa merasa bagaimana jika bumi berhenti tiba-tiba
Kuanggap kedua alis itu adalah tangan langit
yang sesekali mengulur genit
bertugas meremas cemas yang memanjang tanpa batas

rambutmu;
warna hitam rambutmu yang membuatku paham
bahwa warna kesedihan tak jauh beda dengan malam
tiap helainya adalah rajutan sejuta cemeti tanpa ruas
yang mencambuk dendam, melukai muram
payung bagi segala kenang di ruang ingatan
mengusap tangisan yang melebihi batas wajar

keningmu;
beberapa tanya terjebak saat ia kau kerutkan
kanvas lapang tempat kecupanku kau sembunyikan
pengantar doa yang lembut sebelum ia menyentuh lantai sujud
benteng maya yang kupercaya untuk menghindari maut

hatimu;
ini yang terakhir
ah, aku tak berani menuliskan hatimu
kupasrahkan kepada Tuhan saja untuk mengasuhnya
sebab disitu, tempat kutaruh harap agar hidup terus kau pelihara

11 Des 2012

Nubuat Dari Saku Langit

Caramu meremas hujan kusaksikan dalam kehangatan
gerakan lincah yang kerap mengagalkan kesedihan
menyuap satu persatu anak rindu dengan senyummu
hingga debar yang kurahasiakan,
bisa kau redam dengan sekali sentuhan

Anggap saja puisiku ini belum jadi
maaf, jika aku kurang bisa memahami cuaca dengan jeli
sebab, keterlambatan hujan juga menjadi alasan diri
kenapa bahasaku semakin gigil memeluk sunyi

Rampaslah kanvas langit yang masih kalis akan hujan, Sayang
lukiskan jejak bidadari yang kau sembunyikan
agar mendung lebih cepat menyerah kepada terang
lalu goreskan warna pelangi yang kedelapan
hingga janjiku bisa sesegar taman yang baru dipugar

Izinkan sekali lagi
kuhirup wangi perakmu yang pernah dikagumi matahari
hingga dendam semakin cepat beruban
meninggalkan kepala dengan menempuh langkah paling diam
disamarkan lirikmu yang hening
diriuhkan tawamu sebelum langit mengering

Nubuat ini kuanggap samudera
yang meniupkan tasbih-tasbih doa
hingga menjadi ombak sederhana yang memperpanjang usia
berhenti di pesisir waktu
untuk menghela napas baru atau sekedar melunakkan rindu

Engkaulah keheningan yang meramaikan malam
pesolek rahasia bagi langit yang membutuhkan bintang
menyanggupi tanpa janji
pemberani yang pantang sembunyi
dan betapapun aku dungu menata abjad
ada kesanggupan untuk mencintaimu kuat-kuat