31 Jul 2012

Sepasang Lilin dan Rindu yang Tabah

Sebuah Kolaborasi Puisi yang ditulis oleh @nopalina89_ dan @penagenic

@penagenic:
Angin, atau waktu, atau segala yang bergerak mulai berbau wangi
Aku tertidur lebih dulu dari senja
Rintih lirih jantungku, sebelumnya sedang membicarakan keinginan
Tentang pertemuan, tentang pelukan yang entah kapan dilaksanakan
Apakah ini yang harus kunamai rindu?

Dua lilin yang menyala mengucap selamat datang pada rembulan
Mengumpulkan doa perempuan yang tertulis di bahu kekasihnya
Menghabiskan tangis yang lebih lama dari airmata
Menangkap rindu yang diterbangkan angin
Melepas satu persatu sunyi yang dibunyikan denting
Apakah ini yang harus kunamai ketabahan?

@nopalina89_:
Serupa udara yang diam dihening malam
Kiranya, begitulah umpama, tabah dalam kepala
Meski berulangkali, rindunya kau abaikan tanpa bersalah
Dia, yang kerapkali kau anggap telah menguliti perasaan
Dengan menitipkan gigil lekat-lekat dalam dekapan

Mestinya kau tahu, Tuan
Sebab dengan begitu, pori-porimu yang terbuka
Seolah mengajak kekasihmu berdiam dalam ingatan
Menjelma rindu, menjelma kata yang selalu menguji rasa tabah
Pada jarak dan waktu, selama putarannya membuatmu betah
Karena semestinya, cinta tak pernah bersalah

30 Jul 2012

Menyambung Ujung Juli

Sebuah Kolaborasi Puisi yang ditulis oleh @meydianmey dan @penagenic

@meydianmey:
satu, dua, tiga tawa tak lekang dalam ingatan
porandanya malam dalam buaian
penyambung lidah fana dengan Tuhan

satu, dua, tiga letusan memburu jeda-jeda
ruang antara kami dan neraka
tangan kanan Tuhan masih dipenuhi cahaya

satu, dua, tiga derap membahana
memburu surga di sudut-sudut gerbong kereta tua
ratap, kutuk, doa, tak lagi beda serunya

satu, dua, tiga tawa kembali tawa
jelang surga yang serupa surga
ngeri dalam kepala sejenak terpinggirkan dalam dada
nyeri tak terlupa, mereka mengintai dari balik jendela

@penagenic:
dalam putaran yang kau hitung, puan
waktu seakan lumpuh
bersimpuh tepat pada angka yang melahirkan tanya
mengarat pada dingin yang tak pernah menyerah
membekukan akhir Juli yang kian menipis, lemah

sementara takdir, terlalu senang mengirim tangis bagi mata
menerkam setiap kemarahan yang tak pernah punya alasan
kenangan yang ditiriskan ingatan, masih menjadi tanya
apakah ini dosa?
atau himpitan mimpi yang belum ketemu jawabnya?

aku tergelitik dengan hitunganmu, puan
yang jatuh seperti doa-doa malam
tempat sujudku menyampaikan gelisah kepada Tuhan
kusepuh bersama airmata yang tak membicarakan kepergian
karena sebaiknya hidup, adalah melipat pertanyaan menjadi jawaban
kepada Tuhan, kita serahkan lembar demi lembar

28 Jul 2012

Tubuh Yang Sama

Tuhan...
Apakah kali ini Kau sedang mengajakku bercanda?
Siapa dia?
Seonggok tubuh yang Kau kemas sama
Kau kirim tepat ditepian jendela tempat bahagiaku bernafas
Mengoyak kenang yang telah ku taruh di beranda belakang
Membuka janji yang telah ku tali mati
Apakah dia hawa ke tujuh ciptaanmu?
Yang mereka bilang ada di belahan dunia mana saja
Yang harus kuterka
Menyerupai kita namun bukan kita

Tuhan...
Beri aku jalan yang Kau anggap paling terang
Pada waktu yang serba biasa
Aku terpaksa menjalani lagi putaran yang diulangi
Pada jarum jam yang panjang aku menunduk
Malu aku pada dunia kecil yang telah kubentuk
Sederhana namun tanpa reka
Tak pernah berjanji pun tak kenal mengkhianati

Tuhan...
Apakah dia bisa meniru dan menarikan gerakannya?
Gerakan yang kerap menumpang tindih rinduku
Dengan atau tanpa cinta
Cinta para pembuat mimpi yang dibekukan dari keringat sendiri
Cinta yang tak mengenal usai apalagi selesai
Ambilah ingatanku jika engkau mau
Sisakan yang sekarang saja
Dan yang masih ada didepan sana

27 Jul 2012

Musim Renyah Di Akhir Juli

Tidakkah kau rasakan dingin tanganku menengadahkan doa untukmu?
Doa yang masih selalu tentangmu
Tentang kerinduan, kebaikan, juga kenangan
Di akhir Juli yang panas
Musim renyah dikeringkan matahari
Gigil dedaunan tak lagi kudapati
Embun, tampaknya sedang berselisih dengan sunyi

Jika kau ijinkan sekali lagi, malam ini
Aku ingin mengajakmu membersihkan gelap
Yang menggigilkan pelataran
Kita rapikan, lalu kita susun menjadi pembaringan
Kita berbaring berdua saja
Menghadap langit yang sabar
Memaafkan gedung-gedung yang hampir mencakar
Menyaksikan tarian bintang
Bulan yang sedang merias wajahnya
Juga rasi-rasi yang belum tertata sempurna

Disampingmu, sayang
Dalam keadaan berbaring seperti ini
Sungguh, aku ingin melupakan usia
Karena bahagiaku, adalah tetap hidup untuk menghidupimu
Karena tak ada lagi hangat yang memelukku melebihi dekapmu