17 Okt 2011

Ingin Kupinjam Lipstikmu

Sejak sore tadi, imajiner terus merengek mengajaku bergunjing tentang kita yang telah terpecah menjadi aku dan kamu. Menjalankan mesin otak ku untuk terus mendaur ulang kalimat-kalimat majemuk. Berbentuk nostalgia yang pernah tumbuh di geraham belakang masa mudaku. Dimana aku bersibuk membenalui sari kasih mu yang perlahan getir kutelan, merasuk dalam aliran sungsumku, lantas membeku. Masa itu telah terkemas dalam keranda yang siap terusung. Karena itulah benak ku mulai lunglai untuk mengingat nya.

Yah..., mungkin itu salah satu alasan mengapa aku tak bisa bertahan lama dalam tembok tak berbatubata ini. Pengap menguap, sesak tak berontak. Beranjak pergi tapi tak mampu berdiri, terluka parah namun tak berdarah. Tunduk terhadap lipstik yang halus teroles di bibirmu. "Mungkin aku yang lebih pantas memakai lipstik itu??" naluri yang tak pernah bisa menjantanimu berbisik. Kalimat yang sempat membuatku malas untuk berkedip, menunggu sisa musim pancaroba untuk bisa merasakan panas dan dingin secara beriringan. Menganyam sajak seserpih demi seserpih bak menikmati kopi hangat kuminum sesesap demi sesesap.

Tak' kan lagi kutambahkan kata "Sayang" saat aku menjawab "Iya..."