15 Jan 2012

Tangis Tak Beralasan

Mata lebam itu sudah mulai terbuka, terpaksa terbuka...
Tanpa ada tawar menawar, ternyata tadi lagi-lagi rindunya tumpah ruah di ruang tengah.
Berserakan dan tak segera mengusang.
Tangisan yang beralasan usang itulah yang membuat matanya melebam.
Kebosanan mulai merasuk di kedua retina nya, dikarenakan hujan selalu hilang saat dijemput.
Sesal mulai menyusup di kedua genderang telinganya, dikarenakan semilir angin selalu digantikan posisi oleh deru bising mesin-mesin.
Ingatan yang sudah mulai renta pun masih menyimpan lembaran-lembaran tanya.
Jika masih ada rahim yang merindukanku?
Bila ada rumah yang menungguku?
Atau mungkin, adakah jiwa yang hendak menerimaku?
Dengan nada yang malas, tanya demi tanya itu seolah tetap kukuh bergemuruh dalam setiap hembusan nafasnya yang dulu angkuh.
Satu persatu hari mulai terbuang menuju akhir bulan, tapi sepasang bola mata yang sudah mulai mengabur itu tak juga berkedip menatap rindu yang telah rapi terkemasi.
Menutup rapat pintu imajinasi tentang cinta nya yang selalu menyakiti.
Manghabiskan sisa-sisa kemarau yang berangan akan turun nya hujan.
Dalam putaran fikirnya, laju waktu sengaja memerintahkan langkah setiap detiknya untuk melambat.
Seolah memberi kesempatan kepada ingatan untuk mengumpulkan kenangan, yang seharusnya telah terbuang dalam keranjang, usang...