3 Jan 2012

Gerimis Yang Membimbingmu

Dalam rangka memulihkan tulang sendi yang pernah di gerogoti dingin harapan untuk memilikimu. Mematahkan sayap-sayap sajak berbentuk kupu-kupu yang pernah aku perintahkan untuk terbang di tiap helai rambutmu. Mengabaikan kornea matamu yang pernah aku anggap sebagai tempat paling teduh dalam gersangnya bathinku yang sampai saat ini masih nyaman mengembara untuk menemukan jawaban ihklasmu. Bulu matamu yang terjatuh, satu persatu mengingatkan aku tentang indahnya merindu dan mengagumi mu. Ku akui, keperkasaan tanganku dalam menulis tak akan pernah bisa melawan kelembutan tatapanmu yang pernah membuat wajahku memerah beku. Pandai memekarkan kuncup-kuncup melati seiring turun nya hujan, pintar mengajarkan cumbuan yang tak kenal lelah dan keringat.

Wahai seseorang yang pernah mengisi bahu kiri ku...
Pergilah dari ruang benak ku sebelum ayat Subuh menyuarakan khidmad nya. Sebentar lagi, gerimis akan membimbingmu menuju pulang ke tempat yang benar. Bukan disini, di beranda ingatanku yang telah penuh sesak dengan ribuan rindu tentangmu. Lihatlah gerimis yang membimbingmu, di tiap celahnya, dia menggendong sekeranjang harapan untuk saling memiliki satu sama lain. Meski akhirnya, mereka harus berpisah dalam resapan tanah. Ada aroma setia ditiap tetesnya. Ditaburi pelukan syahdu yang mengharu biru, dihangatkan pelangi dengan bara tujuh warna. Mungkin, kesetiaan itulah yang pernah diajarkan Adam dan Hawa kepada kita. Agar kita tetap bisa menjadi pecandu akan hangatnya rindu, tanpa harus menjadi pecundang dalam tulusnya kasih sayang.
Tujuh warna pelangi telah mengajarkan kita cara untuk saling berdekatan...