7 Jan 2012

Kota Dingin Dan Bilik Kenangan

Berkunjung lagi di kota dingin ini...
Menggandeng haru yang menyelimuti rindu sejak dua tahun lalu.
Dimana setiap lorong jalan nya pernah kita lalui dengan segala hal.
Meihklaskan beberapa putaran waktu untuk menikmati suasana malam dan siang di kotamu.
Mempertemukan ini dan itu, tanpa harus menunggu hadirnya rindu.
Menyeka keluh kesahku dalam bait-bait candamu yang tak lagi bisa ku reka-reka.

Tak ada yang berubah...
Setiap ujung jalan masih menyimpan sisa-sisa tawamu yang dulu pernah renyah ku lumat. Disepanjang jalan itu pula, banyak berjajar pencari nafkah penjual sajian yang menggugah selera. Sehingga lapar selalu saja mengajak untuk menyinggahi nya. Sekedar duduk menikmati hidangan, atau mungkin hanya berdiam mengumpulkan angan. Lambat samar terdengar suara musisi jalanan yang mengais rejeki lewat nyanyian. Lagunya seakan mengiringi aliran airmataku yang tumpah tanpa ijinku. Setiap tetesnya membawa rindu akan dekapmu juga lembut jemarimu. Airmata itulah yang selama ini selalu gagap mengeja namamu. Isakan nya menyudutkan ingatan dalam pengapnya rindu yang tak berdinding. Merintih dalam kesendirian yang tak lagi tahu bagaimana kabarmu.

Mungkin, saat ini kau sudah tak berdiam lagi di kota ini.
Namun, satu hal yang membuat langkahku terhenti.
Tugu di gapura kota mu telah menjadi prasasti yang mengabadikan senyum mu.
Menyerupai selembar sihir yang memanggilku untuk singgah lagi di kota ini.
Hanya untuk melepas sepi hati yang mungkin tak bisa lagi terobati.
Jika kau tak lagi menjadi bagian pelangi di kota ini, bagiku hujan menjadi tak indah lagi...