30 Nov 2012

Pesta Penutup November

Kuundang beberapa tanggal yang sedang murung. Kupikir, pesta kecil ini cukuplah untuk menghargai perannya memutar jarum detik menjadi menit, lalu menjadi jam, hingga hari ini bisa bernama waktu. Menempuh beberapa cerita yang belum pernah aku reka sebelumnya. "Apakah kau juga akan mengundang rindu?" seorang sahabat dari kota kenangan bertanya. Ya, tentunya aku mengundang rindu. Paling tidak, ia bisa membacakan satu judul puisi, atau hanya sekedar meramaikan halusinasi.

Para dewa dan beberapa kerabat kayangan memilih sibuk menata bangku, meja dan beberapa botol wine yang kusadap dari ladang birahiku sendiri. Seingatku, ladang itu begitu subur diguyur kekaguman-kekaguman pasca aku menemukanmu. Daun-daun harapannya merindang, getah kebahagiaannya pun lancar. Putih, bening melebihi air telaga. Seperti mata Ibu, lebih tepatnya. Dibawah pengaruhnya, aku pernah mabuk bahasa dan memuntahkan seribu lima ratus sajak sekaligus. Peningnya di kepala begitu terasa, persis baling-baling kapal yang tak pernah tahu tujuan nahkoda.

Malam semakin keriput, namun kita masih larut. Gelegar suara disana-sini begitu meriah. Petir dan guntur memang begitu mengagumkan untuk urusan suara dan ledakan. Tak seberapa sulit untuk meminta bantuannya, karena kebetulan, ada salah satu teman yang berteman baik dengan mendung. Ya, hujan. Sayang dia tak bisa menghadiri undanganku malam ini. Namun tadi pagi, dia datang sebentar untuk mengantar setumpuk dingin di pelataran. Meninggalkan kado istimewa di ceruk-ceruk tanah yang berbau basah. Ah, sudahlah, hadir atau tak hadir, hujan tetap sahabat baik bagi langit.

Kita hanyut dalam gempita. Di atas panggung, kelebat lembut selendang bidadari menarikan gerakan surga diiringi purnama. Pantas saja jika malam ini begitu wangi. Di sana-sini, berserakan senyum yang jatuh dari bibir bintang yang berciuman dengan rasi. Dipunguti pemulung-pemulung jarak yang terbiasa patah hati. Sesekali, satu diantara mereka kuajak naik diatas panggung. Berdansa dengan gerakan liar dengan musik halilintar. Mereka juga berhak merasakan tepuk tangan yang meriah dari pertemuan. Agar disaat hujan, senja dan pagi datang, mereka tak terlalu meratap mengemis cium dan pelukan.

Rangkaian pesta ditutup oleh gelap. Sepertinya ia lebih paham, mata kita butuh terpejam. "Saya ucapkan terimakasih banyak buat semuanya, karena telah memberi saya waktu terbaik untuk jatuh cinta" Karena lelah, tak lagi kuhiraukan pagi yang sedang menyiapkan cahaya. Harusnya kuucap terimakasih juga kepadanya, karena pagi yang tekun menuntun satu persatu tamu undangan untuk pulang.