8 Okt 2012

Kekaguman yang Didengar Hujan

Sediam apapun jarak, aku masih mengajakmu menidurkan bulan
Mengulang kebiasaan lamaku
Meniup senja yang menyelinap di matamu
Membersihkan warnanya yang tercecer di keningmu dengan bibirku
Kerap kau katakan
Adegan itu adalah kecupan rahasia yang diajarkan para dewa

Perihal apa yang bisa menjinakkan kekagumanku, Dinda?
Ditubuhku, engkau masih udara yang belum dihisap napas
Desir yang belum ditangkap darah
Juga degub yang belum ditemukan jantung
Dan hanya di bibirmu
Tersimpan senyuman yang tak pernah bisa aku taklukkan

Jika memang esok pagi hujan
Akulah gerimis awal yang ingin tunduk di wajahmu
Warna lain yang menggantikan bedak dan gincumu
Menjelma bening yang mencatat kedipan pertamamu
Agar kau tak lagi mendengar gumam mendung yang menyesal
Sebab lupa mewakili aku memasuki mimpimu
Mengguyurkan kekaguman dalam bentuk hujan

Dan bila engkau masih kuanggap api
Jangan kau bilang ketabahanku seperti kayu, Sayang
Kepada langit, selalu kau pulangkan aku sebagai asap
Kau serupakan aku baling-baling kapal yang menyakiti alur laut
Sedang pelukanmu
Kepal tangan nahkoda yang membabibuta
Sekali lagi aku ingin engkau tahu
Didadaku, masih ada debar ketabahan yang mengkhawatirkanmu