9 Nov 2011

Semoga Matahari Terlambat Bangun

Rasa kantuk yang akhir-akhir jarang sekali menyapaku, tiba2 berteman akrab dengan jemariku untuk berunding diatas keyboard.
Percakapan mereka terhenti sejenak, dikejutkan dering lonceng yang berbunyi dua belas kali.
Lamunan mengingatkanku bahwa cantikmu telah menunggu di ambang mimpi.
Ingatan sudah tak mampu menahan sesaknya rindu, hingga di setiap do'a nya, yang tersebut selalu namamu.
Bergunjing lirih dengan bintang, mengapa dia selalu ihklas menyumbangkan kerlipnya untuk Langit?? Itu bentuk kesetiaan...

Seperti keperkasaan langit yang telah menidurkan bumi dan menyetubuhi nya malam ini.
Semoga esok matahari terlambat bangun dan tak segera cemburu untuk menceraikan mereka.
Dibalut udara yang sedingin ini, seperti tatapan matamu.
Tatapanmu adalah musim dingin yang kekal buatku, hingga air mataku membeku, tak hendak mencair.
Bagaimanapun juga, rindu ini masih menjadi raja dalam dadaku.
Memerintahkan ingatan untuk selalu memanggilmu, kapan saja, semaunya...
Ucapan manjamu adalah cahaya yang menjungkit samar di uluhati ku.
Mendulangkan rasa perih, membuat sajak-sajak ku terkelupas dari  lembaran-lembaran nya.

Kisah kita, adalah satu penghargaan yang pernah diabadikan waktu.
Dibumbui rasa sakit karena terjatuh, agar cinta kita tak pernah menjauh dari do'a.
Hanya saja, mimpi-mimpi fihak ketiga terlalu sombong untuk memisahkan erat genggaman tangan kita.
Memisah paksakan lumatan lidah yang sudah terlanjur akrab, dan memotong nadi kasmaran yang pernah membuat kita lupa akan pulang.

Setelah hujan menyudahi tangisnya, kaca jendela mengembun...
Itulah jelmaanmu yang memandangi sisi gelapku malam ini...