26 Agu 2011

Barbie Ranjangku

Ditempat lembab dan gelap itu, aku masih dalam keadaan babak belur setelah bertarung sengit melawan masalaluku. Menukar raga dengan ancaman belati dengan seseorang yang pernah mencuri segalanya dari pelataranku.
Datang perempuan dengan membawa lilin ditangan kirinya dan air putih ditangan kanannya, basah tenggorokan ku...
Dia bersihkan darah lukaku, seraya mengulurkan tangannya dia berkata "Berdirilah karena kamu lelaki, peganglah lilin ini dan berjalanlah di depan ku..." 

Aku sendiri tak tahu dari celah mana dia bisa menyelinap masuk. Tapi aku tetap berusaha tampil segar didepan nya meski dia tahu aku telah remuk dan patah. Tanpa sepatah kata pun aku bisa berucap, karena bibirku masih nyeri, perih...
Dia terlihat cantik dan diam, lembut prakata nya hanya pesan norma. Terus sabar dia menggandeng tanganku, menunjukan jalan keluar dimana ada sinar matahari.
Jauh..., semakin jauh...
Aku masih belum bisa berkata meski lukaku telah mengering dan nyeri berangsur hilang.
Oh iya, maaf... Saat dia menatap ku, aku sempat melihat hujan dimata kirinya dan matahari dimata kanannya. Hujan yang pernah kulihat dimata ibu, dan matahari yang pernah kulihat dimata nenek.

Untuk itukah kodrat nya? Kodrat Hawa? Kodrat seorang pendamping? Tanpa aku harus berkelahi, bertarung lagi? Tanpa ada mahkluk picik yang menggandeng tangannya dan dan mengajaknya pergi meninggalkanku? Tersenyum melihat ku? Senyuman layaknya pencuri yang gagal tertangkap? Tetap aja mahkluk itu pencuri!!

Ternyata benar, dia bukan hanya menolongku, dia juga tak pernah membohongiku. Menyodorkan secarik kertas dan pena, untuk aku menuliskan apa keinginan ku selanjutnya. Berdampingan tanpa alasan, berbagi tanpa janji. Tanpa ada iri dengki dan caci maki. Dan untukmu, kan kuciptakan lagu meski tak terdengar merdu, mewakili kicauan burung di pagi harimu. Kan kuperintahkan mentari pagi menyinarimu, dan kan kuajarkan embun untuk menyejukanmu.
Kaulah Penjawab Semua Misteriku Selama Ini...