18 Jan 2013

Gerimis Meracuni Nadi

Tengah malam ini aku terbangun, El...
Entah aku yang tidur terlalu sore atau kamu yang tak mau mendatangi mimpiku. Kubuka gorden kamar, di luar masih gerimis. Kecipaknya manja, mirip suara ciuman bibir kita di beranda rumahmu dulu yang hampir saja ketahuan Kakakmu. El masih ingat kejadian itu? Kadang aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. Antara senyum dan rindu, ada pertanyaan yang belum pernah bisa dijawab waktu.
Kapan kita bisa mengulang lagi semua itu?

El, selain suara gerimis ini, ada suara lain yang sebenarnya ingin sekali kudengar.
Debarmu. Ya, debarmu.
Suara gaib yang kerap menggema menjelang pertemuan kita. Riuhkan dada dengan getar-getar kecil yang lebih samar dari gerakan detik jam. Jika kamu ada di sini, mungkin aku sudah berhasil membuatkanmu satu pesawat dari kertas. Yang selalu kubayangkan akan membawa kita menuju sebuah dunia yang berisi timbunan mimpi-mimpi kita.
Ah, malam ini seharusnya tak ada. Seharusnya aku tak terbangun sendirian seperti ini.

"With you is where I'd rather be.. But we're stuck where we are and it's so hard.. So far, this long distance is killing me.. I wish that you were here with me.."
Ditambah lagi lantun lagu itu mengitari memar dadaku yang telalu lama diinjak jarak. Jika tubuh ini kayu, mungkin sudah menjadi tatal yang dirajam tajamnya sebuah rindu. Sampai kapan sunyi ini menjadi epilog di pendengaranku, El?
Sebenarnya aku ingin sesekali kita bertemu, saling berpelukan, agar engkau paham tentang suhu tubuhku yang tak pernah merasa selesai membahagiakanmu. Menindaklanjuti sebuah rasa, agar cinta bisa tersimpan dengan baik di tempat yang lebih harum. Tak seperti jarak ini, kejam dan biadab mencabik nadi.

Disini, waktu berjalan tak lebih cepat dari laju siput. Aku menyelipkan kenangan di permukaan layar laptop yang sedang kupakai mengetik surat buatmu ini. Saat kamu menerimanya nanti, semoga kamu bisa menebak warna piama yang sedang kupakai saat ini. Aku rindu kamu, El, rindu suapan es krim dari tanganmu, rindu spageti instan buatanmu. Selama aku berunding dengan jarak, tak ada yang bisa membuatku tabah dan sekuat ini, selain mengingat caramu mencintaku yang selalu kau lakukan seperti kedipan. Lakukan sekali lagi, Sayang, untukku, juga untuk kepulanganku.

Terimakasih untuk waktumu yang telah bersedia melumasi sendi dan menguatkan tulang-tulangku.
Dari kekasih sederhana yang sedang memperjuangkan kebahagiaanmu...
I Love U :*