Mual di perutku mulai merambat naik menuju tenggorokan. Arloji berantai hitam pemberian perempuan luar biasa yang melingkar di tangan kiriku menunjukkan pukul 03:47 Waktu Indonesia Bagian Barat. Wajar saja jika dingin embun seolah menertawakan langkahku yang sempoyongan memasuki lorong kampungku menjelang pagi itu. Sebelum akhirnya berhasil membuka pintu rumah, tiba-tiba ingatanku membentuk sebuah tongkat yang memukulkan beberapa pertanyaan di kepalaku;
• Selain penyesalan, apa lagi perihal yang menakutkan?
• Jika tak ada puisi, dengan cara apa aku bisa menyembunyikan tangis?
• Apa yang bisa kulakukan jika masa muda Griselda Blanco ingin sekali menikahiku?
• Apa jadinya jika semua orang yang kusayangi berubah menjadi gantungan kunci?